Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, Supersemar menjadi kontroversi karena naskah aslinya tidak pernah ditemukan.
Setelah itu Soeharto selaku penerima mandat melakukan beberapa aksi beruntun yang menggerus kekuasaan Soekarno sebagai presiden.
Pada 18 Maret 1966, Soeharto menangkap 15 menteri loyalis Presiden Soekarno yang diduga berhaluan kiri atau komunis, termasuk Soebandrio.
Penangkapan Soebandrio diikuti dengan pengambilalihan kantor BPI oleh Angkatan Darat, yang sekaligus menandai akhir kiprah BPI yang dibentuk Soekarno.
Setelah ditangkap, Soebandrio divonis hukuman mati di Mahkamah Militer Luar Biasa pada pertengahan 1966, atas tuduhan terlibat dalam peristiwa G30S.
Sebenarnya, tidak pernah ada bukti nyata yang menyatakan bahwa Soebandrio mengetahui upaya kudeta ataupun terlibat di dalamnya, dan saat peristiwa terjadi ia tengah berada di Sumatera.
Hukuman Soebandrio akhirnya dikurangi menjadi penjara seumur hidup atas permintaan Ratu Elizabeth, yang masih menghargai perannya sebagai utusan Indonesia pertama ke Inggris setelah kemerdekaan Indonesia.
Soebandrio mendekam di penjara selama 29 tahun, hingga 1995, ketika ia dibebaskan karena sakit.
Soebandrio meninggal pada 3 Juli 2004 di Jakarta Selatan dalam usia 89 tahun.
Dalam sebuah wawancara, Soebandrio menyatakan bahwa Supersemar bukan merupakan pelimpahan kekuasaan dan membenarkan adanya poin yang menyebut pengembalian kekuasaan kepada Soekarno.
Soebandrio dalam memoarnya, Kesaksianku Tentang G-30-S, juga menyesalkan pengadilan yang tidak mengecek ulang kesaksian Sjam Kamaruzaman terkait peristiwa G30S.
Menurutnya, ada lima orang yang bisa ditanya, termasuk Bung Karno, DN Aidit (pemimpin PKI), dan dirinya sendiri dalam penyelesaian kasus G30S.
Namun, nasi telah menjadi bubur dan banyak orang telah menjadi korban dari peristiwa yang dituduhkan sendiri terhadap PKI.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR