Intisari Online - 23 Juli 1952 menjadi kisah kelam bagi Kerajaan Mesir usai tergulingnya sang penguasa monarki terakhir di 'Negara Piramida' tersebut.
Ya, Raja Farouk tercatat sebagai raja Mesir terakhir sebelum revolusi berdarah terjadi di negara tersebut.
Sebelum merubah sistem pemerintahan menjadi republik, Mesir diketahui memang berbentuk kerajaan.
Mengutip dari Britannica, Selasa (23/7) kerajaan Mesir ternyata hanya berumur singkat, bahkan tidak sampai satu abad.
Tepatnya monarki tersebut didirikan oleh Inggris pada tahun 1920-an dan menunjuk ayah Farouk, Fu-ad I sebagai raja.
Sepeninggalan sang ayah, Farouk pun menaiki tahta sebagai penguasa Mesir tepatnya pada tahun 1936.
Namun naiknya Farouk sebagai pemimpin Mesir justru ditentang oleh sekelompok perwira militer dan Angkatan Udara Mesir.
Para penentang Farouk itu tergabung dalam Society of Free Officers yang memiliki tujuan menyingkirkan Inggris dan rezim Mesir.
Sejumlah perwira militer tersebut seperti Gamal Abdel Nasser dan Anwar Sadat yang kemudian dikenal sebagai politisi handal setelah runtuhnya kerajaan Mesir.
Dikutip dari History, kala itu politik Mesir memanas dan dimanfaatkan oleh Naseer untuk menonjolkan sosok Mohammad Naguib sebagai ujung tombak kudeta.
Pergerakan para perwira militer Mesir kala itu telah terendus oleh Farouk yang menuliskan dalam memoarnya bahwa ia melihat para prajurit berpangkat tinggi itu berkumpul di markas tentara.
Sekitar 30 sampai 40 perwira militer disebut Farouk ikut dalam persekongkolan untuk melancarkan kudeta kepada dirinya.
Penulis | : | Andreas Chris Febrianto Nugroho |
Editor | : | Andreas Chris Febrianto Nugroho |
KOMENTAR