Pengetahuan Syekh Nuruddin tak terbatas dalam satu cabang ilmu saja, namun sangat luas yang meliputi bidang sejarah, politik, sastra, filsafat, fikih, dan mistisisme (tasawuf).
Syekh Nuruddin adalah negarawan, ahli fikih, teolog, sufi, sejarawan dan sastrawan penting dalam sejarah Melayu pada abad ke-17.
Dan tentu saja peranan Syekh Nuruddin dalam perkembangan Islam di Nusantara tidak dapat diabaikan.
Syekh Nuruddin berperan membawa tradisi besar Islam sembari mengurangi masuknya tradisi lokal ke dalam tradisi yang dibawanya.
Tanpa mengabaikan peran ulama lain yang lebih dulu menyebarkan Islam di wilayah ini, Syekh Nuruddin berupaya menghubungkan satu mata rantai tradisi Islam di Timur Tengah dengan tradisi Islam Nusantara.
Bahkan, Syekh Nuruddin merupakan ulama pertama yang membedakan penafsiran doktrin dan praktik sufi yang salah dan benar.
Saat baru tiba di Aceh, di wilayah tersebut telah berkembang luas aliran wujudiyah.
Aliran wujudiyah adalah ajaran yang mengajarkan tentang keberadaan wujud Tuhan.
Rupanya aliran wujudiyah ini dianut dan dikembangkan oleh Syekh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani.
Karena tidak cocok dengan aliran wujudiyah, Syekh Nuruddin meninggalkan Aceh.
Pada tahun 1637 M, ia kembali ke Aceh dan tinggal selama tujuh tahun. Saat itu Syekh Syamsuddin as-Sumatrani telah meninggal.
Baca Juga: Apa Itu Aliran Wujudiyah yang Berkembang di Aceh Tapi Tidak Sesuai dengan Syekh Nuruddin?
Berkat keluasan pengetahuannya, Sultan Iskandar Tani (1636 M-1641 M) mempercayainya untuk mengisi jabatan yang ditinggalkan oleh Syamsuddin.
Syekh Nuruddin lalu menjabat sebagai Kadi Malik al-Adil, Mufti Besar, ditambah jabatan sebagai Syekh di Masjid Bait al-Rahmān.
Baca Juga: Sebutkan Isi Garis Besar dari Isi Kitab Tarjuman al-Mustafīd, Karya Syekh Abdul Rauf Singkil?
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR