Intisari-Online.com—Saat kanak-kanak, saya menanti-nanti isi besek yang dibawa pulang Bapak usai kenduri. Saat besek dibuka, tampak nasi dingin yang dikelilingi rupa-rupa menu yang sudah dingin pula: lauk gurih, lauk manis, sambal goreng ati-ampela, dan sayuran. Semuanya dalam takaran sejumput. Dari menu kenduri itulah lidah saya akrab menjalin hubungan dengan sejumput sayuran: cap chay.
Bagaimana menu santapan Tionghoa bisa berada dalam sebuah besek kenduri Jawa? Rasa terbentuk oleh pengalaman dan perjumpaan. Perjumpaan Nusantara dan orang Tionghoa yang terjalin sejak abad kelima—boleh jadi lebih awal lagi—turut memperkaya budaya kita, termasuk perkara cita rasa.
Setiap Januari kami selalu menyajikan pembahasan budaya Tionghoa, untuk menyambut Sincia atau Tahun Baru Imlek. Boleh dibilang, inilah edisi yang paling ditunggu-tunggu pembaca.
“Melangkah dengan Hati di Tahun Kelinci—Menyongsong tahun Kelinci Air yang menuntut keselarasan hati sekaligus berhati-hati” menjadi tajuk sampul edisi menyambut Imlek. Apa sesungguhnya yang akan terjadi pada tahun Kelinci Air? Apa saja peluang yang bisa digarap dalam kondisi kurang menguntungkan? Gunadi Wwidjaja, pakar Shio di Jakarta, membahasanya secara eksklusif untuk edisi ini. Ada catatan khusus untuk setiap shio berkait karier, keuangan, kesehatan, dan cinta.
Serangkaian kisah budaya Tionghoa juga turut mengiringi edisi ini.
Bila Anda tengah berkunjung ke Yogyakarta, perhatikan sisi timur Jalan Malioboro, yang berdektan dengan Pasar Beringharjo. Anda akan mendapati sebuah gapura berarsitektur Tionghoa. Aris Setiawan Rimbawana, staf reporter Intisari, menyusuri lekuk-lekuk Ketandan. Kisahnya bertajuk “Sibak Jejak Tionghoa di Yogyakarta”—membentang dari Ketandan ketika beridirinya Keraton Ngayogyakarta pada 1756 sampai upaya pelestarian Ketandan sebagai bagian kawasan cagar budaya Malioboro.
Cara mendapatkan majalah Intisari, silakan klik di sini. Untuk edisi majalah elektronik Intisari, silakan klik di sini.
“Toko Djoen dan Kisah Makan Roti di Yogyakarta” menjadi penanda pecinan di Yogyakarta yang dikisahkan Rimbawana. Silakan mencicipi rotinya, lalu mencecapi kisah sejarah di balik kelezatan lintas generasi Ketandan.
Jejak perjumpaan juga tercipta pada cita rasa kecap. Agni Malagina, Sinolog dan pengajar Program Studi Cina, FIB-UI, menuturkan kisah “Proses Panjang Kecap Asin Senggarang”. Saat ini mungkin kita sulit menemukan pabrik pengolahan kecap yang autentik. Namun, Agni menemukannya di Kepulauan Riau.
Bram Luska, pemerhati budaya Tionghoa di Semarang, mengisahkan sebuah bangunan yang pernah bersaksi atas pertautan kisah multietnis dan multikultur masyarakat Semarang. Sayangnya, penanda kota ini harus runtuh atas nama peradaban. Tajuk laporannya, “Gedung Gulo, Istana Marga Tan di Tepi Kali Semarang”.
Kami juga menampilkan arsip Intisari 1980-an berjudul “Oey Tambahsia, ‘Hidung Belang’ dari Betawi”. Uang dan ulahnya menjadi buah bibir di zamannya. Banyak yang kewalahan mengekang perbuatannya yang ugal-ugalan. Bagaimana ia harus menjalani takdirnya?
Sajian menyambut Sincia atau Tahun Baru Imlek sejatinya sebuah tradisi yang bergulir semenjak Auwjong Peng Koen (kelak dikenal dengan nama Petrus Kanisius Ojong) memimpin mingguan Star Weekly. Tidak berlebihan apabila saya menyebut majalah Intisari, yang ia dirikan bersama Jakob Oetama pada 1963, sebagai kelanjutan semangat pers Tionghoa. Bahkan, nama majalah mungil ini awalnya merupakan sebuah nama rubrik tajuk rencana di Star Weekly yang diasuh oleh Auwjong.
Pada edisi Januari, kami menampilkan editorial menyambut Tahun Baru Imlek dan sisi budaya Tionghoa, sedangkan edisi Februari mendatang, majalah mungil ini menyajikan kisah-kisah teladan orang-orang Tionghoa.
Kini Intisari sebagai satu-satunya majalah beroplah nasional di Indonesia yang bertema histori, biografi, dan tradisi. Tantangan kami dalam perjalanan menuju enam dekade adalah menyajikan tema yang tetap relevan dengan konteks hari ini. Jakob pernah mengatakan, “Jurnalisme yang baik tidak terletak pada pilihan materi-materi baru. Lebih pada kemampuan memberikan dimensi baru kepada materi lama atau sehari-hari dan mengangkatnya menjadi persoalan aktual.”
Kami berharap,majalah ini senantiasa mendampingi setiap generasi dalam mencari Indonesia yang lebih baik. Selamat merayakan Tahun Kelinci Air.
Untuk berlangganan, silakan melalui GRIDSTORE di sini.