Intisari-Online.com – Bicara soal seks dan seksualitas, mungkin Anda lebih mengenal Kama Sutra dari India daripada Serat Centhini, karya sastra Jawa kuno yang dirilis di awal abad ke-19. Padahal "manual" versi lokal ini dipercaya jauh lebih lengkap dan "menantang". Inilah Mengintip Seksualitas Serat Centhini yang ditulis oleh Al. Heru Kustara dan pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 2005.
(Klik tautan ini untuk membaca ulasan sebelumnya.)
--
Dalam sejumlah karya sastra Jawa maupun karya tulis lainnya, seperti primbon, soal katuranggan banyak diungkapkan, termasuk dalam Serat Centhini. Dalam kaitannya dengan perempuan, katuranggan dapat diartikan sebagai watak, sifat, atau tanda-tanda berdasarkan penampakan lahiriahnya.
Dalam budaya katuranggan, terdapat beberapa ciri perempuan yang menjadi idealitas lelaki untuk dijadikan istri. Tipe-tipe perempuan demikian, di antaranya disebut guntur madu, merica pecah, tasik madu, sri tumurun, puspa megai; surya surup, menjangan ketawan, amurwa tarung, atau mutyara.
Sebagai gambaran, perempuan bertipe surya sumurup itu perempuan yang memiliki dua lapis bibir yang berwarna merah jambu. Sorot matanya kebiru-biruan. Ada sinom (rambut yang tumbuh di atas dahi) yang menggumpal. Kedua alisnya nanggal sepisan (laksana bulan sabit). Perempuan seperti ini menjadi idaman kaum lelaki, karena memiliki kesetiaan yang tak diragukan lagi. Lebih dari iiu, ungkap Sukarno, la tipe perempuan yang serasi dalam bermain asmara, sehingga dapai mencapai derajai marlupa (orgasme) bersama-sama.
Ekspresi budaya katuranggan ini juga terungkap, misalnya dalam Kitab Primbon Lumanakim Adammakna. Disebutkan, seperti dikutip Sukatno, ciri perempuan yang menggairahkan secara seksual antara lain, bertubuh kecil, wajahnya merah bersemu biru manis, rambut hitam panjang, sinom menggumpal. Atau, bertubuh kecil, pandangan dan wajahnya nguwung (agak melengkung), kulit kuning bersemu hijan, sinom menggumpal. Atau, bertubuh tinggi langsing, badan mbambang (padal berisi), roman mukanya galak, dan rambutnya panjang. Masih banyak lagi ciri perempuan menggairahkan lainnya.
Seperti diungkap Sukarno, tentu saja tidak semua tipe perempuan cocok dengan tipe ideal seperti itu. Masih ada tipe-tipe lain yang merupakan tipe campuran dari sebagian alau keseluruhan wacana ketubuhan tiap-tiap tipenya. Memang rumit dan kompleks, karena seks, tidak bisa dinilai hanya dari segi penampilan lahiriahnya semata.
Jamu dan tata krama
Ritualitas seksual juga diungkapkan dalam Serat Centhini, termasuk soal tata krama dalam melakukan hubungan seksual antarsuami-istri. Dalam berhubungan, misalnya, harus empan papan. Maksudnya, mengetahui situasi, tempat, dan keadaan, tidak tergesa-gesa, dan juga merupakan keinginan bersama.
Selain mendasarkan diri pada tata krama menurut budaya Jawa, tata krama ini juga mendasarkan diri pada hadis Nabi Muhammad SAW. Misalnya, sebelum melakukan hubungan seksual, seyogianya mandi terlebih dahulu. Setelah itu berdandan dan memakai wewangian. Sebelum mulai, berdoa lebih dulu dengan mengucapkan syahadat.
Masyarakat Jawa juga mengenal kalender seksual. "Ini berkaitan dengan masalah rasa perempuan, yang berhubungan dengan organ genital seksualnya. Satu asumsi bahwa setiap hari organ genital seksual yang sensitif pada perempuan selalu berpindah tempat, sesuai dengan tinggi rendahnya Bulan - ini berdasar pada kalender Jawa. Dengan mendasarkan pada kalender seksual, pasangan dapat mencapai puncak kepuasan secara bersama-sama," tulis Sukatno.
Dalam Serat Centhini (Pupuh Salisir) terungkap pula dengan jelas bahwa suami harus memperhatikan istrinya berdasarkan ciri-ciri atau penampakan tubuhnya, sebelum berhubungan badan.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR