Intisari-Online.com – Perlu diketahui, bahwa bakat yang perlu dikembangkan pada anak adalah bakat yang disertai dengan minat. Minat dan bakat adalah dua hal yang mesti sejalan. Minat tanpa bakat adalah sia-sia, dan sebaliknya bakat tanpa minat hanyalah buang-buang waktu.
Misalnya ada anak yang pintar memainkan piano bukan karena ia suka dan berminat, tapi karena dipaksa kursus piano oleh orangtuanya atau dari bermain piano ia bisa mendapatkan uang. Anak ini memang berbakat, tapi didorong oleh keharusan-keharusan yang bukan berasal dari hatinya sendiri.
Sejatinya, anak yang berbakat akan dengan rela melakukan aktivitas itu tanpa dipaksa oleh siapapun atau karena motivasi-motivasi lainnya. Ia akan merasa puas dan bahagia melakukan hal tersebut. Bakat seperti inilah yang mesti disadari oleh orang tua.
Kalau keliru menilai ‘kebisaan’ anak sebagai bakat, biasanya anak merasa ada yang salah pada dirinya. Dampaknya ada pada konsep diri si anak kelak. Misalnya, ada seorang anak yang dituntut untuk mengambil pendidikan yang bagus, les musik, olahraga, dsb.
Padahal sebenarnya bakatnya adalah memasak atau bernyanyi. Walaupun mungkin di satu titik tertentu kelak saat ia dewasa ia bisa menyadarinya dan mengembangkannya sendiri. Sayangnya, waktu untuk mengembangkan bakat itu sudah tidak bisa diulang kembali.
Mengenali, memastikan, dan mendukung bakat anak sejak dini akan membuat anak merasa dihargai dan diterima apa adanya. Oleh sebab itu, orangtua disarankan tidak terlalu menekan anak untuk menguasai satu bidang yang diinginkan orangtua saja. Orangtua tidak boleh egois dalam hal ini.
Tipikal kebanyakan orangtua di Indonesia menganggap bahwa kesuksesan masa depan hanya ditentukan oleh kemampuan akademis saja. Padahal itu tidak benar, persepsi seperti itu justru bisa bikin anak merasa minder dengan dirinya sendiri. Apalagi jika si anak sering gagal dalam bidang akademis, bisa jadi ia merasa dirinya bodoh dan stigma tersebut dibawanya hingga dewasa. Ia bisa saja tak berbakat di bidang akademis, namun kuat dalam bakat seni, olahraga, dan bahasa.
Masa keemasan anak untuk memilih minat dan bakatnya adalah pada usia remaja (13-14 tahun) saat ia mengalami pubertas. Sebelum masa itu, anak cenderung labil dan berubah-ubah. “Masih ada kemungkinan minat dan bakat anak akan berubah, karena sebelum usia remaja, anak-anak masih tahap eksplorasi,” terang Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi, Psikolog Anak Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPTUI)
Bisa jadi di usia dua tahun anak terlihat suka menggambar, namun ternyata di usia empat tahun sudah tidak lagi. Setelah itu dia mulai suka bernyanyi dan akhirnya berganti-ganti. Karena itu orang tua tidak boleh kege-eran.
Sangat penting untuk memaparkan berbagai pilihan bakat pada anak, supaya ia bisa memilih bidang apa yang ia sukai sejak kecil. Setelah itu, orangtua tinggal melakukan observasi dan mendukung minat dan bakat yang memang disukai oleh anak itu. Ingatlah, bahwa semua orang diciptakan dengan minat dan bakatnya masing-masing, sehingga kita tak boleh memaksakan kehendak kita semata.
Mencari dan menemukan bakat anak sejak dini memang seperti memancing ikan, harus dengan umpan yang pas dan penuh dengan kesabaran.