Intisari-online.com—Walau hanya terjadi pada sebagian orang, nyatanya reaksi alergi merupakan kondisi yang cukup bikin repot. Nah, salah satu cara agar tak terus-terusan dibikin susah oleh alergi adalah pengobatan dengan metode biofisika, yaitu terapi bioresonansi.
Seseorang dikatakan mengalami alergi jika ia memiliki reaksi yang tak biasa jika menyentuh, memakan, meminum, bahkan menghirup bahan-bahan tertentu. Reaksinya pun berbeda-beda, tergantung bagian tubuh mana yang sangat sensitif terhadap bahan atau zat tertentu yang dalam istilah medis disebut zat alergen.
Biasanya kondisi itu terjadi karena adanya kelebihan kekebalan tubuh yang tidak proporsional. Akibatnya tubuh menjadi hipersensitif terhadap zat tertentu yang dianggap asing dan berbahaya.
Ada yang alergi terhadap lingkungan seperti alergi debu dan alergi udara dingin. Ada pula yang alergi terhadap makanan, obat-obatan, bahkan alergi terhadap benda-benda berbahan dasar logam. Tingkat keparahannya juga beragam. Ada yang reaksinya ringan seperti sedikit gatal-gatal dan mata merah. Tapi ada pula yang berat atau anafilaksis yang bisa merenggut nyawa.
Contohnya, seorang yang alergi debu bisa bereaksi dengan terjadinya bentol-bentol di kulit. Bila debu terhirup, bisa batuk-batuk bahkan asma. Tergantung bagian tubuh mana yang sensitif terhadap alergen tersebut. Ada pula kasus alergi debu yang menyebabkan penderita mengalami pilek berkepanjangan, karena area sensitif alergen ada di hidungnya.
Seiring perkembangan teknologi kesehatan, salah satu metode yang bisa dilakukan untuk menormalkan kembali reaksi tubuh ini adalah dengan pendekatan ilmu fisika atau biofisika. Di dunia medis, metode ini sebenarnya sudah lazim digunakan. Contohnya rontgen, rekam jantung alias elektrokardiogram, fisioterapi, rekam otak, dsb.
Kini metode biofisika juga turut melebarkan sayap dalam penangangan alergi. Tepatnya disebut sebagai terapi bioresonansi yang bisa digunakan untuk mendiagnosis dan mengobati seseorang yang mengalami alergi. Terapi ini menggunakan alat bernama BICOM (Bio Communication).
Prinsip kerja terapi ini sebenarnya sederhana, yakni prinsip timbal balik. Zat alergen yang memicu alergi biasanya memiliki frekuensi gelombang elektromagnetik . Misalnya, Tina (25) terdeteksi memiliki alergi telur. Nah, melalui BICOM gelombang alergen telur diubah menjadi netral, sehingga penderita alergi itu tidak akan bereaksi berlebihan lagi jika mengonsumsi telur.
Saat digunakan di tubuh penderita, BICOM akan menciptakan gelombang elektromagnetik baru setelah gelombang alergen berhasil dideteksi. Lalu, gelombang bayangan itu akan dipancarkan kembali pada tubuh sehingga sensitivitas alergen dalam tubuh perlahan bisa hilang.
Terapi bioresonansi dapat dijumpai di beberapa rumah sakit di Jakarta. Salah satunya adalah klinik alergi di RS Gading Pluit, di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.