Sejarah Industri Musik Indonesia: Mas Yos Sang Perintis

Moh Habib Asyhad

Editor

Sejarah Industri Musik Indonesia: Mas Yos Sang Perintis
Sejarah Industri Musik Indonesia: Mas Yos Sang Perintis

Intisari-Online.com -Barangkali tak ada negara lain yang industri musiknya berkembang justru karena pelanggaran hak cipta kecuali Indonesia. Ya, sejarah industri musik Indonesia yang bermula di awal abad ke-20 dalam kemasan piringan hitam, menjadi sangat marak justru setelah dikembangkan oleh para pembajak dalam format pita kaset.

Kaset lantas beralih ke piringan cakram digital, kemudian berkembang bahkan dilengkapi video. Perjalanan sejarah yang begitu dinamis layaknya musik rock’n roll itu dicatat secara rinci oleh wartawan senior Theodore KS lewat bukunya Rock'n Roll Industri Musik Indonesia dari Analog ke Digital. Berikut ini cukilannya.

---

Musik Indonesia tak akan menjadi industri tanpa peran Sujoso Karsono (18 Juli 1921 – 26 Oktober 1984) yang akrab dipanggil Mas Yos. Sejak masih dinas di militer, dia mendirikan The Indonesian Music Company Limited pada 17 Mei 1951 yang kemudian dikenal dengan label Irama. Semasa menjadi penerbang Angkatan Udara ia mendirikan grup musik hawaiian Lieve Souveniers di Semarang, kemudian Elshinta Hawaiian Senior di Jakarta. Di masa pensiun ia menggunakan garasi rumahnya di Jakarta Pusat untuk merekam sebuah kuartet jazz yang terdiri atas Dick Abel (gitar), Max van Dalm (bas), Dick van der Capellen (drum), dan Nick Mamahit (piano) sebagai PH pertama produksi Irama.

Produksi berikut adalah penyanyi Hasnah Tahar (lagu Burung Nuri, Chajalan dan Penjair) diiringi OM Bukit Siguntang pimpinan A. Chalik, Munif Bahasuan (Ratapan Anak Tiri), Oslan Husein yang merock’n-roll-kan Bengawan Solo, Kampuang nan Djauh di Mato dengan iringan Teruna Ria, Nurseha (lagu Ajam den Lapeh, Laruik Sandjo), serta Mas Yos sendiri lewat lagu Nasi Uduk dan Djanganlah Djangan diiringi Orkes Maruti.

Rekaman tidak hanya dilakukan di dalam negeri. Antara 1951-1952 Irama juga memproduksi PH di luar negeri. Berkat kunjungannya ke industri musik luar negeri, Mas Yos dipercaya mencetak dan mengedarkan PH dari perusahaan Jepang, Amerika, dan Eropa di Indonesia. Sebagai imbalan, Irama membayar royalti untuk setiap PH yang dijualnya.

Mas Yos terinspirasi memproduksi PH stereo pertama di Indonesia pada tahun 1961. Lahirlah album “Semalam di Malaysia”, menampilkan OSD (Orkes Studio Djakarta) pimpinan Sjaiful Bahri.

Sjaiful Bahri juga pernah menjadi Direktur Musik Perusahaan Film Negara Malaysia. Dia juga yang “menemukan” Titiek Puspa yang gagal di ajang lomba Bintang Radio di RRI Jakarta tahun 1954.

Munif Bahasuan pada tahun 1955 ia membentuk OM Kelana Ria bersama Adikarso. Langkah besar grup ini adalah “melahirkan” Ellya Khadam dengan lagu ciptaanyang dibawakannya sendiri, Boneka dari India. Pada 1960-an Munif bergabung dengan pemusik jazz Nick Mamahit, Jack Lesmana, dan Bill Saragih.

Yang juga berperan di Irama adalah Orkes Medenasz yang didirikan oleh Dimas Wahab pada 1963 saat ia berusia 16 tahun. Mulai tahun 1964, Medenasz diasuh pengarah acara musik TVRI Hamid Gruno, hingga mengisi acara tetap di TVRI, Gaja dan Irama. Setelah Medenasz bubar, Dimas Wahab membentuk The Pro’s yang nyaris tak memiliki album rekaman kecuali PH “Bob Tutupoly with The Pro’s” yang direkam di Singapura dengan label Star Swan.Artikel ini berjudul asli "Musik Indonesia: Beragam,Seragam, dan Bajak-membajak yang Kejam" ditulis oleh Mayong S. Laksono, pernah dimuat di Intisari Februari 2014.