Intisari-Online.com -Jambul putih yang ikonik dan terlihat kontras dengan warna kulitnya sudah menjadi ciri Adnan Buyung Nasution sejak tahun 1960-an. “Dulu saya kagum pada film star Steward Granger. Orangnya tinggi, ganteng, very impressive and dignified." Seorang laki-laki, katanya, harus terhormat dan berwibawa. Steward Granger punya ciri khas, rambut di dekat telinga dan jambangnya putih.
Maka, sewaktu pigmen rambut sulung dari dua bersaudara ini pupus lebih dahulu daripada rata-rata orang seumurnya, Buyung muda tidak resah. Steward Granger! Satu-dua rambut putih muncul ketika ia masih SMA. Di masa kuliah, anehnya, rambut putih malah berkurang. Lepas kuliah muncul lagi, sampai kemudian tak terkendali. Ketika memandang-mandang rambutnya, Buyung yang pesolek ini bertemu satu lagi alasan untuk membiarkan rambutnya putih. “Kelihatan kontras dengan kulit hitam Abang.”
Menurut Buyung, putih total pada rambutnya bukan karena cat. Itu teknologi sampo dan toning yang dikenalnya waktu sekolah di Belanda. Ia menunjukkan toning Kleurvessteviger zilver vit tot grijs (penguat warna putih sampai abu-abu) merek Andrelon. Ia selalu merawat rambut di salon milik Atet yang sudah dikenalnya sejak 1975, sekeluar Buyung dari penjara dalam keadaan gondrong.
Gaya jambul dan bagian belakang disisir ke tengah seperti daun sirih itu, kata Atet, murni kreasi Buyung. la tinggal menggunting dan merawatnya. Apakah rambut rapih, busana necis dalam warna senada, wangi parfum Aramis, mesti dipadu dengan mobil mewah sebagai simbol kemapanan seorang advokat?
Tidak. Buyung mulai punya mobil pribadi saat menjadi jaksa. Pun membelinya secara “halal”, tidak seperti jaksa lain yang membeli mobil sitaan.
Pada tahun 1960-an itu umum diketahui di kalangan kejaksaan, penyitaan harta-benda masyarakat demi kepentingan penguasa dan revolusi. Banyak jaksa beroperasi di jalan mencari mobil mewah. Setelah mendapatkannya, mereka sengaja mencari kesalahan, misalnya menanyakan surat-surat. Secara sepihak akan dikatakan bahwa surat-surat itu tidak lengkap. Mobil kemudian disita.
Mobil yang dibelinya secara cicilan adalah sebuah pikap tanpa bak. Karena tak memenuhi syarat untuk dipakai sekeluarga, Buyung menukarnya dengan Fiat 1100 bekas dari seorang polisi. Lantas, ketika seorang klien yang menang perkara menghadiahinya sedan Toyota, Buyung menukar kedua sedan miliknya dengan jip – mobil yang menurut dia lincah, dinamis, tahan di segala medan.
Tahun 1980-an, saat jip CJ muncul, Buyung berminat. la menukar tambah jip lamanya dengan CJ lewat bantuan suami sepupunya, Gondokusumah, Kepala Lalu Lintas Polda Metro Jaya.
Sekembali dari studi di Utrecht, 1992, keadaan ekonomi Buyung sedang ambruk-ambruknya. Beberapa kali ia pindah rumah, mobil pun dipinjami M.S. Hidayat, teman lamanya yang belakangan menjadi ketua Real Estat Indonesia.
Tapi mobil itu kemudian ditarik empunya gara-gara sering juga dipinjam Sri Bintang Pamungkas, tokoh antipemerintah yang waktu itu sering dikuntit intel. Saat mendirikan kembali kantor pengacara bersama Maqdir Ismail dan Ted Sudaryanto, terpikir untuk membeli mobil. Kali itu pilihannya Peugeot, meski dalam hati mengidamkan jip. (INTISARI)