Intisari-Online.com -Hadiah Nobel Kedokteran 2015 akhirnya diberikan kepada tiga ilmuwan. Mereka dianggap sebagai revolusioner dalam melawan penyakit malarian dan wabah penyakit akibat cacing gelang (roundworm) dan berpotensi menyelamatkan jutaan nyawa akibat penyakit yang disebabkan parasit itu.
Salah satunya adalah Tu Youyou. Seperti dilansir AFP, ilmuwan Cina itu diganjar hadiah prestisius itu setelah menghasilkan diaartemisinin, sebuah obat anti-malaria yang dikembangkan berdasarkan pengobatan herbal khas masyarakat Cina kuno.
Tak hanya itu, Tu juga menjadi ilmuwan pertama yang memenangkan penghargaan itu di bidang sains. (Tu juga menjadi perempuan ke-12 yang berhasil meraih Nobel Kedokteran dari 210 peraih penghargaan itu sejak 1901.)
Dua orang lainnya adalah William Campbell dari Irlandian dan Satoshi Omura dari Jepang. Kedua orang ini dianggap berjasa dalam pengobatan penyakit yang disebabkan cacing gelang, yang dinamakan avermectin. “Dua penemuan itu telah memberikan cara baru untuk manusia dalam memerangi penyakit yang berdampak terhadap jutaan orang tiap tahun,” demikian pernyataan Komite Nobel.
Siapakah Tu?
Dilansir dari sumber yang sama, Tu yang kini berusia 84 tahun adalah Profesor Kepala di Akademi Pengobatan Tradisional Masyarakat Cina sejak 2000. Tu telah melalukan penelitian sejak 1970-an, di puncak periode Revolusi Kebudayaan Cina. Perlu diketahui, penelitian itu menjadi awal dalam penemuan artemisinin, yang secara pesat mengurangi jumlah kematian akibat penyakit malaria. Tu ketika tahun 1950-an/The Guardian
Saat ini obat yang dikembangkan Tu itu telah menjadi kombinasi dasar yang digunakan dalam pengobatan malaria. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada sekitar 198 juta infeksi malaria pada 2013 yang menyebabkan 584 ribu kematian, sebagian besar merupakan anak-anak di Afrika.
Pencapaian yang diraih oleh Tu Youyou tentu menjadi sebuah kebanggan bagi masyarakat Cina. Sejumlah post yang bertuliskan kebanggaan itu pun bermunculan di media sosial, terutama media sosial khas China, Weibo.
Sementara itu, avermectin dianggap menghasilkan pengobatan revolusioner dalam melawan kebutaan akibat cacing gelang, yang dikenal sebagai river blindness. Penyakit dengan nama ilmiah onchocerciasis bermula saat cacing masuk ke tubuh manusia melalui gigitan lalat hitam yang telah terinfeksi cacing itu.
Penyakit ini menyebabkan gangguan kulit hingga gangguan pada penglihatan yang juga bisa menyebabkan kebutaan. Awal pengembangan avermectin adalah saat Omura, seorang mikrobiologis, mengembangkan grup bakteria yang dinamakan Streptomyces. Omura kemudian berhasil mengembangkannya di laboratorium.
Campbell yang saat itu bekerja untuk perusahaan farmasi Merck, lalu menunjukkan bahwa bakteri yang dikembangkan Omura secara aktif dapat melawan penyakit. Hal itu kemudian terus dikembangkan hingga menghasilkan avermectin. (Kompas.com)