Intisari-Online.com -Terkait kasak-kusuk program bela negara yang dicanangkan Kementerian Pertahanan, angggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra, menyebut bahwa bela negara tak sama dengan wajib militer. Dia bersikukuh bahwa keduanya mempunyai konsep dasar yang berbeda.
Konsep dasar bela negara, menurutnya, adalah latihan keprajuritan. Tiap-tiap warga yang mengikuti program ini akan ditanamkan nilai-nilai patriotisme, cinta tanah air, juga latihan baris-berbaris. Juga latihan kedisiplinan, solidaritas, dan kebersamaan.
Adapun wajib militer adalah pelatihan yang diberikan kepada warganya untuk persiapan perang. Dalam pelatihan ini, titik fokusnya adalah taktik dan teknik bertempur dengan latihan dasar keprajuritan.
Di tempat lain, Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais, mengaku tertarik dengan gagasan ini. Menurutnya, dengan melihat munculnya berbagai ancaman baik tradisional maupun nontradisional, program ini memang diperlukan. “Saya kalau hanya disalahpahami sebatas sebagai konsep wajib militer,” ujarnya seperti dilansir Kompas.com.
Bukan itu saja, ada baiknya program bela negara juga dimasukkan di kurikulum sekolah-sekolah, baik umum maupun khusus. Umum, meliputi penanaman doktrin wawasan nusantara cara pengambilan keputusan strategis dapat menjadi salah satu fokusnya. “Sementara yang bersifat khusus dapat terkait sesuai profesi yang menjadi latar belakang peserta bela negara.”
Program ini, menurut Hanafi, seharusnya juga diperkaya dengan program “Peace Corps” ala Amerika Serikat. Sehingga, bela negara tak hanya berorientasi pada pertahanan dan keamanan, tetapi juga mempunyai relevansi untuk keperluan pembangunan nasional dan ekonomi masyarakat. (Kompas.com)