Intisari-Online.com - Dengan muka bersungut, Ria menolak empat pecahan Rp500 dalam paket uang jajannya.
"Enggak ada yang lain uangnya? Enggak mau kakak uang ini," katanya mulai uring-uringan.
"Enggak ada, ini juga uang, Nak. Kalau enggak ada Rp500 ya enggak ada uang Rp5.000 ini," kata ibunya menerangkan.
"Enggak, itu bukan uang. Enggak laku itu, kakak cuma mau uang kertas," kata siswi kelas lima SD itu sambil ngeloyor pergi.
Murni, sang ibu pun hanya bisa mengelus dada, melihat kelakuan putrinya tersebut. "Aku heran, kenapa anak-anak sekarang tak mau dikasih uang recehan. Rp500 saja mereka nolak, apalagi pecahan Rp100?" ucap ibu dua anak, warga Kabupaten Langkat ini.
Ia mengaku, sering menyimpan recehan untuk berbagai keperluan. "Bertaburan uang logam itu di teras rumah, dibuangin orang itu. Aku yang kutipin karena lumayan pikirku buat bayar parkir. Kalau banyak, bisanya buat beli bensin," ucap Murni,
Namun, Murni bercerita, ternyata tidak hanya anaknya yang tidak mau uang receh, orang dewasa pun ada yang enggan menerima uang logam pecahan kecil.
"Pernah aku bongkar celengan, isinya uang Rp500 banyak kali. Ada Rp50.000 kurasa. Pergilah aku ke galon (pom bensin) mau isi minyak. Rupanya tak mau orang galon kubayar pakai recehan kalau banyak kali. Padahal dulu, kalau perlu recehan, pergi aja ke galon. Heran aku, kalau tak lakunya uang ini, kenapa dikeluarin," ungkapnya kesal.
Sementara itu, Rurita Ningrum, Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut menceritakan pengalamannya dengan uang receh.
"Suami ku pernah di tolak karena membayar dengan recehan. Di Swalayan Irian Pasar Merah. Dia bilang, 'payah orang di Medan, dikembaliin pakai uang recehan kita terima, tapi pas kita bayar di tolak'," kata Ruri.
Menurut perempuan yang kerap disapa Ruri ini, saat belanja di swalayan atau di gerai-gerai minimarket, recehan kembalian belanja ternyata otomatis "dipermenkan" oleh pegawai minimarket tersebut.
"Kadang mereka minta disumbangkan, tapi aku selalu menolak dan selalu menyiapkan recehan lengkap di dompet untuk mengantisipasi penodongan sumbangan itu. Sekarang kalau belanja aku pakai debit. Tak repot nyumbang terpaksa atau di ganti permen. Uang recehan buat belanja di pajak saja," ucap ibu satu anak ini.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR