Intisari-Online.com - Selepas Perang Dunia I, tepatnya tahun 1923 pemerintah Hindia Belanda mendirikan pabrik pesawat di kawasan Sukamiskin Bandung, Jawa Barat. Di lokasi yang saat ini menjadi penjara Sukamiskin itu Ir. D.S. Gaastra bersama timnya berhasil membuat setidaknya 12 pesawat.
Salah satu desainer pesawat yang bekerja di pabrik itu adalah Laurents Walraven. Ia sebenarnya bertugas di bagian teknik Dinas Angkutan Udara KNIL (Militaire Luchtvaart Koninklijke Nederlansch-Indische Lucthvaart/ML-KNIL).
Desainer yang tidak pernah mengenyam pendidikan desain pesawat terbang ini berhasil membuat sebuah pesawat tiruan Avro 504 yang bahkan lebih canggih dari versi aslinya.
Khouw Khe Hien, pemilik grup bisnis Merbaboe, sebuah perusahaan terbesar di Hindoa Belanda kala itu, mendengar cerita soal kejeniusan Walraven. Hien langsung mendatangi Walraven dan memesan sebuah pesawat untuk melebarkan sayap bisnisnya ke Tiongkok dan Eropa.
Hien memberikan syarat yang cukup rumit untuk sebuah pesawat kala itu. Ia ingin pesawat tersebut kelak bisa terbang hanya dengan satu mesin dengan muatan 130 kg kargo, plus 2 penumpang.
“Pesawat harus bisa terbang hingga dataran Eropa.” Demikian syarat lainnya dari Khouw Khe Hien seperti dikutip dalam buku Seri Kisah Peperangan yang diterbitkan Angkasa tahun 2003 lalu. Pesanan ini tentu membuat pusing Walraven. Pasalnya, di masa itu masih sangat jarang pesawat yang bermesin ganda dan mampu terbang jarak jauh.
Setelah berdiskusi cukup lama dengan timnya, akhirnya Walraven menawarkan sebuah pesawat bermesin ganda dengan sayap di bagian bawah (low wing). Untuk bisa terbang ke dataran Eropa, pesawat tersebut dibekali 2 mesin Pobyo yang masing-masing berkekuatan 90 tenaga kuda.
Gilanya, badan pesawat dirancang menggunakan material kayu dan 100% dikerjakan dengan tangan, alias hand made. Siapa yang mengerjakan fuselage pesawat ini? Ia adalah seorang pemuda asli Bandung bernama Achmad bin Talim. Achmad beserta beberapa kawannya dipercaya Walraven untuk membuat seluruh fuselage di gudangnya di kawasan Pasir Kaliki, Bandung.
Tanggal 4 Januari 1935, atau sekitar 10 bulan kemudian pesawat yang diberi nama Walraven 2, atau W-2 berhasil mengangkasa untuk pertama kalinya di langit Bandung. W-2 kemudian diuji coba untuk terbang ke Jakarta.
Usai menjalani rangkaian uji coba di Pulau Jawa, menjelang akhir 1935 pilot penguji Letnan Terluin bersama si pemesan Khouw Khe Hien menguji kesaktian pesawat W-2 ke tanah Eropa.
Tujuan pertamanya adalah London (literatur sejarah tidak menyebutkan di bandara mana mereka mendarat) dan kemudian terbang menuju bandara Schipol Amsterdam. Total mereka menghabiskan waktu hingga 20 hari untuk bisa sampai Amsterdam.
Para ahli penerbangan di Belanda hingga wartawan kagum atas performa dan penampilan pesawat W-2 ini. Pasalnya, pesawat tersebut bisa digolongkan sebagai pesawat paling modern di masanya. Sebab, saat itu pesawat umumnya masih bersayap ganda (biplane) dan bermesin tunggal. Kalaupun bersayap tunggal, umumnya sayap berada di bagian atas (high wing). Walraven juga memberi penutup (cowl) di bagian roda dan mesinnya.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR