Intisari-Online.com -Apa yang dilakukan Rahmat Basuki bisa dibilang iseng-iseng berhadiah. Bagaimana tidak, maksud hati memasang lukisan predatornya di media sosial, eh, ada bule Australia yang menawarnya. Selanjutnya, ia seolah mendapat guyuran dolar dari “ketidaksengajaannya” itu.
Warga Jalan Pahlawan, Gresik, Jawa Timur ini mengaku, memang tidak membuka gerai dalam memasarkan hasil karyanya. Ia hanya memasarkan lukisan animasi predatornya melalui dunia maya saja.
“Awalnya, saya hanya pasang satu hasil karya lukisan predator saya di akun Facebook. Setelah itu, ada seorang asal Australia yang bernama Greig Bain meng-add akun saya dan meminta pertemanan, yang mana ia tertarik dan ingin membeli karya saya,” ucap laki-laki 35 tahun itu, seperti dilansir Kompas.com, pada Minggu (28/8).
Siapa sangka, Greig ternyata seorang kolektor seni animasi yang memiliki gerai lukisan dan seni rupa di Australia. Selain itu, Greig juga penggagas komunitas predator alien collector, yang memiliki anggota cukup banyak. Hal itu terjadi sekitar 1,5 tahun lalu. Saat itulah Rahmat mulai memutuskan untuk menekuni seni lukis animator, khususnya predator.
“Setelah itu, setiap bulan saya akhirnya mendapat pesanan dari Greig untuk dibuatkan lukisan predator. Selain dari Greig, ada juga beberapa pesanan lain yang sudah saya kerjakan. Ada yang dari Hawai, Inggris, Kanada, serta Belanda,” sebut bapak dari seorang putri bernama Sakila (7) ini.
Seorang yang mengaku berasal dari Kanada meminta Rahmat untuk melukis animasi predator yang bakal dijadikan kado untuk sang suami yang bakal merayakan hari ulang tahunnya. “Eh, enggak tahunya, si suaminya itu anggota komunitasnya Greig. Begitu tahu jika itu lukisan saya, ia pun sangat senang sekali. Malahan, si suaminya kemudian pesan lagi ke saya untuk dilukiskan animasi predator yang lain,” tambah Rahmat.
Cukup untuk kebutuhan sehari-hari
Rahmat menyebutkan, sebenarnya ada juga warga dalam negeri yang berminat membeli hasil karyanya. Namun sampai saat ini, jumlahnya tidak sebesar para pembeli hasil karyanya yang berasal dari luar negeri.
“Untuk transaksi, biasanya dengan transfer rekening mas. DP (down payment) 50 persen, sisanya setelah karya selesai. Setelah itu, baru gambar saya foto dan saya kirim ke pemilik. Kalau memang tidak ada yang kurang atau revisi, baru hasil karya saya kirim dan paketkan ke pemesan,” ucapnya.
Rahmat mengaku, kini setiap bulan dirinya selalu mendapatkan pesanan dari orang luar negeri, yang ingin memiliki hasil karyanya. “Sempat juga sih tanya-tanya kepada mereka, kenapa kok ingin membeli dan memiliki hasil karya saya, padahal pelukis animasi di dunia ini kan banyak. Dan rata-rata jawaban mereka selain bagus, ya karena karya saya dianggap orisinil,” tutur dia.
Menurut Rahmat, banyak pelukis animasi, khususnya predator, yang ternyata hasil karyanya itu digandakan puluhan kali. Sedangkan dirinya tidak pernah melakukan hal itu. Untuk menjaga keaslian lukisannya, ia biasa memberi tanda 1/1 atau 1 OF 1 di bawah tanda tangannya, yang ada di bagian bawah lukisan. Dalam dunia seni ini, lanjut Rahmat, semuanya sudah paham jika itu merupakan karya orisinil dan tidak digandakan.
Guna menjaga kualitas dari hasil lukisan predator yang dihasilkannya, Rahmat memilih tidak memforsir tenaganya. Ia pun membatasi menghasilkan karya hanya dua sampai tiga lukisan saja untuk setiap bulannya. Setiap bulan, Rahmat sebenarnya menerima banyak pesanan lukisan dari luar negeri. Namun sengaja ia batasi hanya dua sampai tiga lukisan. Selain untuk menjaga tenaga supaya tidak terforsir, juga demi menjaga kualitas karya.
Untuk harga dan berapa dolar yang ia kantongi setiap bulan, Rahmat bergeming. Ia enggan membeberkan perinciannya pendapatannya. Ia hanya mengaku, karya perdana yang dihasilkannya, dibeli Greig tak kurang dari AS$280, sekitar Rp3,7 juta.
“Adalah mas, Alhamdulillah, cukup buat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Tapi terus terang bagi saya tak sekedar uangnya, tapi saya bangga karya saya ternyata cukup diapresiasi dan sangat dihargai oleh orang-orang asing,” sebut Rahmat.(Kompas.com)