Intisari-Online.com -Saat Borussia Dortmund bermain melawan tim promosi RB Leipzig Sabtu (10/9) nanti, ribuan pendukungnya yang paling keras dikabarkan hanya akan menyimak pertandingan dari radio. Mereka, para pendukung yang selalu memenuhi-memenuhi stadion ketika Dortmund bermain, akan menahan diri untuk tidak pergi ke Red Bull Arena Leipzig, sebagai protes terhadap perusahaan yang menjadi sponsor klub tersebut.
Sebaliknya, mereka akan menonton pertandingan tim muda Dortmund di kandang lama mereka, Rote Erde. “Tentu saja Dortmund juga mencari uang, tapi kami melakukannya untuk sepakbola,” ujar Jan-Henrik Gruszecki, salah satu penggemar garis keras itu. “Tapi Leipzig memainkan sepakbola untuk menjual produk dan gaya hidup.”
Tak hanya pendukung Dortmund, protes juga datang dari para pendukung klub-klub lainnya. Absah, RB Leipzig kini menjadi klub paling dibenci dalam sepakbola Jerman.
Hingga 2009, RB Leipzig adalah klub divisi lima yang bernama SSV Markranstadt, yang sama sekali tidak terkenal, bahkan oleh penduduk Lepzig sendiri. Kemudian, produsen minuman berenergi asal Austria Red Bull membeli lisensi klub tersebut. Perusahana itu kemudian mengubah nama, logo, kit, dan berjanji akan mengucurkan dana sebesar Rp1,4 triliun untuk belanja pemain baru.
Karena aturan sepakbola Jerman yang tidak memungkinkan nama perusahaan menempel pada nama klub, klub baru itu dibaptis dengan nama Rasenballsport Leipzig, jika disingkat menjadi RB Leipzig—beberapa menyebutnya sebagai upaya pengaburan merk. Para pengritik khawatir cara ini bisa merusak kultur sepakbola Jerman yang disebut sangat menghormat hak-hak suporter.Melanggar aturan 50+1
Tidak seperti liga-liga Eropa lainnya, asosiasi sepakbola Jerman melarang investor untuk mengambil alih sebagian besar saham sebuah klub. Menurut aturan 50+1, klub harus memegang sebagian besar hak suara mereka sendiri. Hanya investor yang telah terikat kontrak dengan klub sekitar 20 tahun yang bisa mengajukan permohonan pengecualian aturan 50+1.
RB Leipzig sejatinya mendaftar ke asosiasi dengan aturan 50+1, tapi mereka menyelewengkan semangatnya: jika keanggotaan di Dortmund (yang memiliki 139 ribu anggota), misalnya, ditarik biaya 63 euro per tahun, maka menjadi “gold member” di Leipzig harus membayar 1.000 euro per tahun. Dan setelah diselidiki, keanggotaan di RB Leipzig hanya terdiri atas 17 orang yang sebagian besar adalah karyawan atau rekan bisni Red Bull. Artinya, mereka sama sekali tidak melibatkan suporter.
Dan itulah yang memantik protes tak berkesudahan dari klub-klub Jerman lainnya. Pada 2014 lalu ketika bertemu Union Berlin, misalnya. Sekitar 15 menit pasca-kick-off, sekelompok suporter menggunakan topeng plastik berwarna hitam melakukan aksi diam. Sementara pada putaran pertama Piala Jerman musim ini, pendukung Dynamo Dresden melemparkan kepala banteng ke sisi lapangan. Dan pada pertandingan pekan pertama Bundesliga musim ini, penggemar Hoffeinheim—yang sebelumnya disebut sebagai klub “plastik” Bundesliga—mengibarkan plakat sarkastis berbunyi: “Kami ingin tahkta kami kembali: klub Jerman paling dibenci.”
Borussia Dortmund sendiri kabarnya tidak akan menyertakan logo dan nama RB Leipzig pada selendang persabatan pada persahabatan Sabtu nanti.
Sementar itu, pendukung RB Leipzig sendiri menyebut para pengritik itu sebagai munafik. Jika mereka mencerca RB Leipzig, kanapa mereka diam saja dengan klub-klub seperti Wolfsburg, Leverkusen, atau Ingolstadt, yang juga mendapatkan dukungan besar dari investor mereka. Lebih dari itu, mereka juga menyebut apa yang diterapkan RB Leipzig sebagai sesuatu yang progesif dalam sistem sepakbola Jerman.(Philip Oltermann/The Guardian)