Intisari-Online.com - Siapa tak kenal dengan motivator muda Bong Chandra? Kata-katanya menggugah. Ide-idenya orisionil. Selain menjadi motivator Bong juga penulis buku. The Science of Luck dan Unlimited Wealth merupakan buah karyanya. Kini ia merambah sebagai developer dengan meluncurkan Ubid Village di Ciledug, Tangerang. Omzet Rp 180 miliar langsung ia raup karena konsep yang ditawarkan termasuk kreatif dan berterima.Jika melihat Bong saat ini, sepertinya semua indah-indah saja. Seperti yang dikatakannya sendiri, "Jangan hanya tertarik dengan apa yang dicapai orang sukses, tetapi tertariklah dengan air mata yang mereka keluarkan untuk mencapainya!" Ya, jangan melihat hasil akhir, tapi lihatlah prosesnya; dan Anda akan tahu karakter orang tersebut.Untuk sampai posisinya yang sekarang Bong harus merangkak dari bawah. Orangtuanya memang pengusaha kue. Namun tahun 1998 usaha tersebut bangkrut. Toh jiwa wira usaha itu menurun ke Bong. Sejak usia belia Bong sudah tidak tertarik kerja pada orang lain. Pernah ia bekerja pada saudaranya. Akan tetapi, Senin masuk, Jumat pulang. Jadi hanya bertahan lima hari.Kelahiran Jakarta 25 Oktober 1987 ini lalu menjalani bermacam profesi seperti menjual parfum, VCD, baju, dan pakaian seragam; lalu berpindah menjajal bisnis multilevel marketing, event organizer, lalu merambah ke dunia talk show, sampai akhirnya menjadi motivator.Saat diundang sebagai pembicara seminar pada organisasi Real Estate Indonesia (REI) cabang Jawa Timur di Surabaya ia diajak bergabung membangun usaha properti. Setelah mengajak satu orang lagi, akhirnya berdirilah PT Trinitri. Mereka membeli tanah seluas 5 ha di Ciledug, Tangerang, yang di atasnya kemudian berdiri Ubud Village. Dari 365 unit yang dibangun, tinggal 13 unit yang belum laku.Nama Ubud Village diambil karena saat pembangunan sedang ramai soal film Eat, Pray, Love yang dibintangi Julia Roberts dan shootingnya di tiga negara: Italia, India, dan Indonesia. Di Indonesia lokasinya adalah Ubud. "Tapi kalau saya namai taman atau kampung, apa bedanya dengan yang ada di Bali? Maka saya beri nama Ubud Village. Tetap kampung, namun ada pembedanya dengan yang di Bali," kata Bong.Dalam memasarkan rumahnya, Bong pernah mengalami masa suram. Saat mengadakan gathering di sebuah hotel di Jakarta, dari 17 orang yang konfirmasi, hanya satu yang datang. Padahal ia sudah keluar biaya hotel, pesan makanan, dan menyiapkan tim berjumlah puluhan orang. Toh ia berpikir positif saja.Pernah pula Bong memasang iklan yang menurutnya cukup mahal. Ternyata salah tulis. Lagi-lagi ia memaklumi dan berpikir positif. Salah tulis justru menjadi aksen tersendiri yang membuat orang penasaran.Jadi, jangan lihat Bong seperti saat ini. Lihatlah air mata yang ia keluarkan untuk mencapai itu semua. (idebisnis Februari 2012)