Intisari-Online.com - Petikan lirik lagu "Semua Karena Cinta" tampaknya pas untuk menggambarkan perjalanan hidup Nano Riantiarno. Pendiri Teater Koma itu betul-betul memahami indahnya menjalani hidup dengan cinta.
Bertemu dengan maestro dunia teater Indonesia seperti Nano seakan memberi kesegaran baru. Tutur katanya yang runut, lafal yang jelas, serta intonasi yang menggambarkan jelas emosinya, membuat kami seakan menyaksikan pementasan lakon tiga babak. Waktu satu setengah jam rasanya tak cukup untuk menggali seluruh cerita hidupnya.
Poster-poster pementasan garapannya dan foto-foto para pendiri Teater Koma yang menghias teras belakang rumah tempat kami berbincang seakan jadi penanda sejarah kehidupan Nano. Dengan balutan polo shirt warna biru dan celana panjang santai ia bercerita bagaimana ia bisa jatuh hati dengan dunia teater yang telah dilakoninya selama lebih dari 40 tahun itu.
Nano mengaku, awalnya ia “teracuni” oleh sahabat dekatnya yang selalu duduk satu bangku sejak kelas satu SD hingga SMA. Akibat bujuk rayu temannya, tahun 1965, ia masuk ke dalam kelompok teater yang ada Cirebon. Di kelompok teater itu, ia mendapatkan peran pertamanya sebagai prajurit penjaga.
“Saya menjadi prajurit penjaga, dan dialog yang saya dapat cuma satu, yaitu: Tidak!” ujar Nano sambil tertawa. Walau hanya peran kecil, Nano tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Seluruh dialog dalam naskah ia hafalkan dengan sungguh-sungguh! Sebuah kebiasaan yang masih diterapkannya hingga hari ini.
Kesempatan untuk mendapat peran lebih penting akhirnya datang saat pementasan "Caligula" karya Albert Camus. Lakon ini memang pertunjukkan populer saat itu. Banyak sutradara film dan teater seperti Asrul Sani, Jim Adilimas, dan Arifin C. Noer ikut mementaskannya. Kebetulan, kelompok teater Cirebon tempat Nano bergabung juga ikut mementaskannya.
Awalnya Nano didapuk untuk berperan sebagai seorang bangsawan dengan dialog yang lebih banyak dibanding peran sebelumnya tentunya. Lalu, seperti kebiasaannya, ia menghafal seluruh dialog naskah "Caligula". Namun, suratan nasib tampaknya berbicara lain. Peran bangsawan yang semula ia latih sedemikian rupa harus ditinggalkan, sebab ia mendapat peran yang lebih besar.
Rupanya dua minggu sebelum pementasan, pemeran Scipion – penyair berumur 18 tahun, salah satu tokoh sentral dalam "Caligula" – jatuh sakit. Sutradara yang kalang kabut mencari pengganti akhirnya menantang Nano untuk memainkan peran Scipion. “Sutradaranya tanya ‘No berani gak kamu?”, ujar Nano menirukan. Tanpa pikir panjang Nano muda langsung mengiyakan tantangan sang sutradara.
Untuk peran penting pertamanya itu Nano berlatih keras selama 10 hari. Hasilnya? Ia anggap berhasil, sebab setelah pementasan putri walikota yang ikut menonton meminta tanda tangannya serta berfoto dengan dirinya. “Wah ini berarti main saya bagus, karena dia tertarik,” tambahnya.
Semenjak berhasil memerankan peran penting pertamanya itulah, Nano Riantiarno atau Norbertus Riantiarno bertekad untuk hidup di dalam dunia teater sepenuhnya.