Intisari-Online.com - Menghabiskan enam tahun (1996 - 2002) untuk menyelesaikan pendidikan SMP dan SMA di Jakarta International School, ternyata menumbuhkan rasa cintanya pada Indonesia. Maka, setelah menyelesaikan studinya di Roosevelt University’s Chicago College of Performing Arts, Dan Roberts segera kembali ke Jakarta.
Dengan bekal kemampuan di dunia sirkus, Dan melakukan “ekspedisi” untuk menghibur anak-anak yang tinggal di perkampungan miskin di Indonesia. Ekspedisi yang masuk dalam rangkaian kegiatan Clown without Borders, organisasi para badut profesional yang melakukan pertunjukan sirkus secara gratis bagi para korban bencana, konflik sosial atau keluarga miskin. Misi mereka “sederhana”: ingin menyebarkan senyum dan tawa.
Penampilan pertama Dan saat itu dilakukan di Cilincing. Sebuah perkampungan nelayan yang berdasarkan data BPS tahun 2010, 80 persen penduduknya berada di bawah garis kemiskinan. “Aku disoraki warga. Diteriaki bule kesasar. Rasanya tidak nyaman,” Dan mengingat tanggapan masyarakat Cilincing kala itu. Tanggapan yang berubah menjadi gelak tawa setelah Dan menggunakan kostum badut.
Sampai pertengahan 2009, Dan masih menjalani kegiatan sirkus kelilingnya sambil seminggu sekali melatih anak-anak bermain sirkus di beberapa tempat. Baru setelah itu, pria yang fasih berbahasa Indonesia ini memutuskan untuk fokus pada satu daerah saja, yaitu Cilincing.
Keputusan tersebut bersamaan dengan bergabungnya Dedi Purwadi, temannya. Tugas pertama Dedi saat itu adalah mengajari anak-anak bahasa Inggris dan membantu mereka menyelesaikan PR dari sekolah.
Awalnya hanya 17 anak resmi tergabung dalam kelompok yang diberi nama Yayasan Hidung Merah (Red Nose Foundation), sebuah nama yang berasal dari panggilan warga saat Dan pertama kali tampil. Dalam waktu kurang dari empat tahun, jumlah anak yang tergabung sudah mencapai 125 anak.
Peningkatan tersebut tidak terlepas dari “kegiatan ekstra” yang diberikan Dan dan teman-temannya selain mengajari cara bermain sirkus dan beberapa pelajaran tambahan (khususnya bahasa Inggris), anak-anak yang memenuhi kriteria tertentu dapat memperoleh beasiswa dari YHM, singkatan dari Yayasan Hidung Merah.
Lagi pula, pada dasarnya sirkus memang mudah diterima anak-anak. “Badut dan sirkus itu gampang buat anak tersenyum,” ujar Dan. Selain itu, nilai-nilai positif seperti keberanian, percaya diri, bertanggung jawab serta percaya dan menghargai orang lain, dapat diciptakan melalui latihan sirkus.
Peningkatan jumlah sumber daya manusia juga terjadi di tubuh YHM. Kini, YHM terdiri dari enam tim inti: Dan Roberts, Renny Antoni Roberts, Dedi Purwadi, Nino Riandtya Putra, Irmawati dan Darmadi. Di luar mereka masih ada beberapa orang peserta magang serta sukarelawan.