Dua Dunia Sapardi (2)

Rusman Nurjaman

Editor

Dua Dunia Sapardi (2)
Dua Dunia Sapardi (2)

Intisari-Online.com - Sapardi mulai menulis puisi dan prosa sejak masih di bangku sekolah menengah di Solo, tahun 1950-an. Minatnya itu kemudian berkembang ketika dia mulai menekuni sastra di Jurusan Sastra Inggris, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kumpulan puisi pertamanya diterbitkan tahun 1969, berjudul Duka-Mu Abadi. Hingga kini, tak kurang dari 10 buku puisi sudah dilahirkannya. Ditambah lagi sejumlah buku prosa, serta sejumlah esai sastra.

Tak hanya itu. Beberapa karya Sapardi diterjemahkan ke dalalam bahasa asing di beberapa negara. Salah satunya dikerjakan oleh Hary Aveling, salah seorang pengamat sastra Indonesia asal Australia.

Sapardi juga mengalihbahasakan beberapa karya sastra penting dunia ke dalam bahasa Indonesia. Beberapa di antaranya adalah karya Ernest Hemingway, Lelaki Tua dan Laut, puisi klasik Cina dan Persia, dan beberapa karya Kahlil Gibran dan Jalaluddin Rumi. Selain itu, masih ada beberapa teks klasik dari khasanah sastra Nusantara yang ditulis ulang oleh Sapardi, yaitu Babad Tanah Jawa dan I La Galigo.

Sapardi seakan hidup di dua dunia. Sebab, selain sebagai seniman sastra, Sapardi juga tercatat sebagai akademisi sastra yang berhasil. Di kampus tempat selama ini dia mengajar, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok, ia mengabdikan diri sejak tahun 1974. Namun kini ia telah pensiun. Ia pernah menjabat sebagai dekan dan menyandang gelar profesor. Sebelum pensiun, ia juga pernah mengelola beberapa majalah sastra dan kebudayaan di Tanah Air, seperti Horison, Basis, dan Jurnal Kalam.

Meski telah memasuki usia pensiun, Sapardi masih terus berkarya hingga kini. Atas kesetiaannya berkarya dan kontribusinya di ranah kehidupan kebudayaan ini ia mendapat beberapa penghargaan nasional dan internasional. Terakhir, medio Desember 2012, ia dianugerahi “Penghargaan Akademi Jakarta”.

Dengan semua pencapainnya itu, Sapardi layak menempati posisi istimewa dalam percaturan jagat sastra Indonesia. Maka, mari kita simak juga salah satu sajak cintanya yang cukup monumental dan sangat populer.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

(“Aku Ingin”).