Mahfud MD: Menerobos Kebuntuan Hukum

Moh Habib Asyhad

Editor

Mahfud MD: Menerobos Kebuntuan Hukum
Mahfud MD: Menerobos Kebuntuan Hukum

Intisari-Online.com -Bagi seorang Mahfud MD, undang-undang itu sekadar alat. Yang paling penting adalah keadilan. Maka, dengan memegang teguh prinsip hukum progresif, Mahfud membuat berbagai terobosan di bidang hukum, terutama saat menjabat Ketua MK. Seperti apa kisah-kisahnya? Mari kita ikuti lewat penuturannya sebagai berikut.--Awalnya saya kecewa terhadap hukum. Ketika baru lulus dari Fakultas Hukum Jurusan Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), pada 1983, saya hafal hampir semua undang-undang di bidang ketatanegaraan dan UUD 1945. Tapi, saya kecewa karena apa yang saya pelajari di bangku kuliah ternyata tidak sama dengan fakta di lapangan. Hukum ini bohong, begitu pikir saya kala itu.

Banyak orang heran ketika saya memutuskan untuk belajar ilmu politik pada 1985 di Universitas Gadjah Mada. Saya melihat, hukum ini lemah karena selalu diintervensi oleh politik. Hukum yang menurut pasal dan perundang-undangan harus begini, ternyata politik bicara lain.

Akhirnya, saya tahu bahwa dari sudut pandang tertentu hukum adalah produk politik. Baik-buruknya tatanan hukum bergantung kepada tatanan politik. Maka menjelang lulus, saya gabungkan dua ilmu, yaitu ilmu hukum dan ilmu politik sebagai dua ilmu yang interface (saling berhadapan). Ide ini saya tuangkan dalam sebuah disertasi yang berjudul Politik Hukum di Indonesia. Dasar disertasi saya: karena hukum adalah produk politik maka untuk memperbaiki hukum harus dimulai dari perbaikan politik.

Dari situ juga timbul kesadaran, kita tidak boleh kecewa pada hukum. Hukum harus tetap ada. Sebuah negara tidak bisa berdiri tanpa hukum. Masalahnya, hingga 1994, tidak ada mata kuliah politik hukum di Indonesia. Saya datangi Ketua Konsorsium Ilmu Hukum, Mochtar Kusumaatmadja.

Saya katakan, kalau selama ini mahasiswa hukum diajarkan filsafat hukum dan sosiologi hukum, mengapa tidak diajarkan juga politik hukum. Orang yang mengerti hukum tapi tidak mengerti politik bisa frustrasi. Akhirnya politik hukum menjadi mata kuliah wajib pada program pascasarjana (S2).Baca kisah selengkapnya di MajalahIntisariedisi khusus ulang tahun ke-50,September 2013 (500 halaman).