Inspirasi Anti-Korupsi (3): Megirim SMS Berisi Keluhan

Ade Sulaeman

Penulis

Inspirasi Anti-Korupsi (3): Megirim SMS Berisi Keluhan
Inspirasi Anti-Korupsi (3): Megirim SMS Berisi Keluhan

Berikut ini bagian ketiga dari artikel tentang tokoh inspiratif Sumijan bin Kemis yang berjuang melawan korupsi di Kota Bontang, Kalimantan Timur. Artikel pernah dimuat di majalah Intisari edisi Agustus 2012.

--

Intisari-Online.com - Sumijan masih teringat perjalanan panjang membongkar kasus korupsi berjamaah di Bontang. Agar kasus itu diungkap oleh aparat penegak hukum, ia tak lelah pergi ke Jakarta menyerah-kan dokumen-dokumen ke KPK, Kejaksaan Agung, DPR RI, bahkan Istana Presiden. Bukannya berhasil, ulahnya malah memunculkan perlawanan dari pihak-pihak yang dilaporkannya.

“Mengapa di negara hukum ini mengadukan orang yang diduga korupsi malah diintimidasi, diteror, diancam, dipukuli, dan dijadikan pesakitan? Bahkan, saya nyaris dibakar hidup-hidup oleh preman suruhan,” Sumijan mengenang.

“Pertanyaan tersebut merupakan cermin dari kegundahan hati saya dalam menempatkan makna dan hakikat antara posisi perjuangan membantu negara memberantas korupsi seperti yang diamanatkan produk perundang-undangan antikorupsi, dengan terkatungkatungnya undang-undang perlindungan saksi,” tuturnya.

Merasa ketidakadilan lebih dominan, Sumijan sempat melakukan aksi demo di Istana Presiden. Ia mengadu dan bertanya kepada pohon; aksi itu sempat mendapat perhatian dari media massa. Cara lain, ia sering mengirimkan keluhannya melalui pesan pendek (short message service, SMS) kepada para pimpinan KPK, Kejaksaan Agung, anggota DPR, dan wartawan.

Ia pernah juga kirim pesan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ny Ani Yudhoyono, Jaksa Agung, dan para pejabat KPK, yang kemudian dia forward ke teman-temannya.

Kejengkelannya makin menjadi saat mengetahui ada anggota DPRRI yang setelah mendapatkan data dari dirinya mengenai kasus korupsi, malah mempermainkan data itu dengan melibatkan orang suruhannya untuk menemui mereka yang disangkakan.

“Ini enggak beres semua. Buat apa saya mengadu ke Jakarta kalau mereka ternyata bermain-main?”(Achmad Subechi, Editor in Chief Tribun Kaltim)