Ahok (3): Membantu Pengusaha Kecil “Naik Kelas”

Ade Sulaeman

Editor

Ahok (3): Membantu Pengusaha Kecil ?Naik Kelas?
Ahok (3): Membantu Pengusaha Kecil ?Naik Kelas?

Berikut ini bagian ketiga dari artikel berjudul "Basuki Tjahaja Purnama (Ahok): Menjadikan DKI “Bapak” yang Baik" yang dimuat di MajalahIntisariedisi khusus 50 tahun, September 2013.

-- Intisari-Online.com -Tentang memindahkan Jakarta Fair ke Monas, kami tidak pernah bilang akan melakukannya. Bagaimana mungkin memindahkan ruang sebesar Jakarta Fair ke Monas? Yang akan kita lakukan adalah membuat Pekan Raya Jakarta menjadi pesta rakyat di mana pengusaha mikro dan kelas rumah tangga mendapatkan panggung.

Bagi Pemda DKI, mengadakan Pekan Raya Jakarta itu bukan untuk mencari uang. PRJ akan menjadi peluang untuk membantu usaha mikro dan kelas rumah tangga mencari uang, agar mereka dapat naik kelas.

Kalau naik kelas, mereka akan sanggup membayar pajak, juga bisa berbelanja. Pemda pun akan mendapatkan pemasukan lebih besar. Sebaliknya, kalau dibiarkan miskin, mereka akan tetap menjadi beban sosial bagi Pemda. Kami mengupayakan agar setiap tahun akan muncul puluhan bahkan ratusan ribu pengusaha kelas menengah yang baru.

Berbeda dengan Jakarta International Expo, yang memang konsepnya untuk mencari untung. Jakarta memang selayaknya harus dibangun menjadi kota expo dan kota convention. Harus ada sebanyak mungkin convention center. Tetapi yang mereka layani adalah kebutuhan kelas menengah dan atas, sehingga pengusaha mikro dan kelas rumah tangga menjadi tugas pemerintah untuk memfasilitasi.

Tentang sampah. Terjadi hal yang lucu. Warga membayar uang sampah kepada perumahan, tetapi yang datang untuk mengambil sampah adalah mobil sampah Pemda yang tidak memungut biaya. Pembuangan sampah di Bantar Gebang juga Pemda yang membayar. ‘Kan gila? Pemda tak pernah menerima uang retribusi sampah. Yang menerima uang adalah oknum-oknum. Gila ‘kan? Yang aneh-aneh ini yang ingin kami perbaiki.

Menghadapi demikian banyak keanehan dan kegilaan di lapangan, saya enggak menangis, enggak jengkel, hanya “pura-pura gila” juga. Sebab kalau bersikap waras, kita jadi stres. Saat saya pulang, saya tetap dapat tidur nyenyak, karena di rumah saya tidak mau berpikir lagi. Kalau tidak, saya bisa menjadi gila beneran.