Abraham Samad (2): Teror Itu Bagai Sarapan Pagi

Ade Sulaeman

Editor

Abraham Samad (2): Teror Itu Bagai Sarapan Pagi
Abraham Samad (2): Teror Itu Bagai Sarapan Pagi

Ini merupakan bagian kedua dari artikel Majalah Intisari edisi khusus ulang tahun ke-50, September 2013, dengan judul asli “Abraham Samad: Jujur Saja Tidak Cukup”.

Intisari-Online.com - Banyak yang berkomentar, berjuang memberantas korupsi di Indonesia itu nyawa taruhannya. Saya akui itu.

Maka saya berani bilang, untuk memberantas korupsi di negeri ini tidak hanya cukup bermodal kejujuran, tapi juga memerlukan keberanian.

Sebab lawan-lawan yang dihadapi sangat banyak. Mereka punya kekuatan, kekuasaan, dan uang yang berlimpah. Butuh nyali untuk menghadapinya. Dan, saya sudah siap mengorbankan nyawa demi tercapainya tujuan ini.

Sebenarnya, tidak hanya keselamatan diri sendiri yang dipertaruhkan, melainkan juga keluarga. Untunglah, istri dan dua anak saya sudah siap dengan risiko apa pun yang akan diterima dari pekerjaan saya.

Keberanian keluarga, terutama istri saya Siti Maryam, tidak datang begitu saja. Sejak di Makassar dulu, saat saya aktif memerangi korupsi bersama ACC, keluarga kami terbiasa menerima teror.

Wartel saya dulu pernah dihancurkan bangunannya oleh oknum-oknum tertentu. Rumah saya kerap dilempari hingga hancur genteng-gentengnya.

Saya juga pernah dikirimi bangkai kucing dengan kepala terpenggal berikut surat ancaman yang ditulis dengan darah. Karena sudah terbiasa diteror, maka pelan-pelan hati istri dan anak-anak saya menjadi kuat.

Cerita tentang teror memang tak pernah berhenti. Contoh, saat saya baru saja dilantik menjadi ketua KPK, saya langsung menerima SMS ancaman yang berbunyi, “Awas, jika kamu nekat membongkar kasus Century, keluarga kamu akan saya habisi.”

SMS itu datang dari adik kelas saya di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang kini jadi penegak hukum dengan pangkat lumayan. Saya masih simpan SMS itu sampai sekarang.

Saking seringnya ancaman dan teror yang datang, maka hal itu saya anggap sebagai sarapan pagi saja. Bagi saya, selama tetap di jalan yang benar, kita tidak perlu takut terhadap apa pun.