Ini merupakan bagian ketiga dari artikel Majalah Intisari edisi khusus ulang tahun ke-50, September 2013, dengan judul asli “Abraham Samad: Jujur Saja Tidak Cukup”.
Intisari-Online.com - Ada yang menyebut, orang Makassar terkenal dengan kesetiakawanannya. Saya, oleh sejumlah media, juga disebut sebagai orang yang sangat setia kawan. Hal ini berkelahi karena membela teman yang ditindas teman lain.
Tentu saja, hal itu tidak boleh saya bawa dalam pemberantasan korupsi. Maksudnya, meski dia teman saya, tapi kalau bersalah tetap akan saya tindak.
Hal ini sering menghadirkan tudingan bahwa saya setengah hati dalam menindak koruptor yang kebetulan pernah menjadi kawan lama atau berasal datu daerah dengan saya Makassar. Itu sama sekali tidak benar
Cerita yang menyebut saya sebagai orang yang terlalu setia kawan mungkin karena riwayat saya saat sekolah dulu. sejujurnya, dulu saya memang sering berkelahi. Hidung saya sekarang agak bengkok juga gara-gara berkelahi.
Dan dari semua perkelahian itu, satu pun tidak ada yang disebabkan masalah pribadi melainkan karena saya membela teman.
Namun harap diketahui, saya terlibat perkelahian semata karena terpancing semosi melihat teman ditindas. Kita semua tahu, waktu sekolah dulu yang berlaku adalah hukum rimba. Siapa yang kuat, bisa menindas dan memalak yang lemah. Saya berkelahi karena membela teman yang ditindas teman yang lain.
Tentu saja, hal ini tidak boleh saya bawa dalam pemberantasan korupsi. maksudnya, meski dia teman saya, tapi kalau bersalah tetap akan saya tindak. Jangankan teman, saudara kandung pun akan saya gantung kalau terbukti bersalah.
Untuk penegakan hukum, saya terinspirasi oleh kisah Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Beliau pernah berkata di depan para sahabatnya, “Jika anakku terkasih, Fatimah az-Zahra terbukti mencuri, maka sayalah orang pertama yang akan memotong tangannya.”
Belajar dari kisah nabi, penegakan hukum tidak boleh pilih kasih. Sebagai umat muslim, saya pun harus meneladaninya.