Dokter Ikhlas Tanpa Papan Nama (5): Praktik Hingga Dinihari

Ade Sulaeman

Editor

Dokter Ikhlas Tanpa Papan Nama (5): Praktik Hingga Dinihari
Dokter Ikhlas Tanpa Papan Nama (5): Praktik Hingga Dinihari

Dalam rangka Hari Dokter Nasional, Intisari-Online.com memuat artikel tentang sosok dokter inspiratif. Judul aslinya “Aznan Lelo: Dokter Ikhlas Tanpa Papan Nama: Dokter Mestinya Tak Boleh Pasang Tarif” dari Majalah Intisari edisi September 2013. Berikut ini bagian kelimanya.

Intisari-Online.com - Praktik dokter Aznan selalu dipadati pasien yang jumlahnya mencapai seratusan. Akibatnya ia sering harus membuka praktik hingga dini hari, terkadang sampai pukul 01.30. Tentu sang profesor dibantu beberapa mahasiswanya yang sedang coass (magang dokter).

Setiap pasien yang akan masuk ruang praktik dipanggil oleh coass, terkadang istri Aznan, Yanti, juga turut memanggil. Di dalam ruang praktik yang leluasa dilihat, rata-rata pasien diperiksa sekitar 5?15 menit.

“Minimal sehari 30 pasien. Nggak ada saya pun 30 paling sedikit. Kalau saya ke luar kota, bila ada kejadian yang sulit, anak saya yang dokter bisa menghubungi saya. Pasien juga bisa bertanya langsung melalui telepon,” kata Aznan.

Selain datang dari pelbagai daerah, pasien dr. Aznan juga beraneka jenis kelamin, tingkat usia, suku bangsa, dan agama. Bahkan seorang biarawati Belanda pernah menjadi pasiennya.

Soal bayarannya, Aznan mengatakan tidak penting. Dia bilang, “Kalau dia mau datang jauh-jauh jumpai aku, berarti kan dia menghormati aku. Bisa rupanya dibayar penghormatan itu?”

Kembali ke soal bayaran seikhlasnya tadi, dengan ekspresi datar Azlan mengatakan, “Ada Rp5000, lima ratus rupiah pun ada, yang kosong juga ada.”

Apakah tidak merasa sakit hati dengan amplop kosong itu?

“Sama siapa aku harus sakit hati? Nggak mungkin. Bisa rupanya kutandai amplop ini dari si anu, ini dari si anu dari begitu banyaknya amplop tadi?” ia tersenyum.

Namun Aznan mewanti-wanti tindakannya tidak perlu dicontoh oleh dokter lain. “Kalau aku boleh kasih nasihat sama kawan-kawan dokter, jangan tiru aku. Kalau pun mau kan sudah kujelaskan tadi, bahwa harus yakin dulu dengan keislaman. Bahwa Islam itu rahmatanlil al’amain (rahmat bagi seluruh alam).” (Feriansyah Nasution, Wartawan Tribun Medan)