Intisari-online.com - Museum Peringatan Holocaust AS memperingatkan dalam sebuah laporan baru.
Bahwa pembunuhan massal warga sipil dapat terjadi di wilayah Papua yang bergolak di Indonesia pada tahun depan hingga 18 bulan jika kondisi saat ini memburuk ke skenario terburuk.
Meskipun kekerasan skala besar terhadap warga sipil belum terjadi di Papua.
Tanda-tanda peringatan dini terlihat dan memerlukan perhatian, kata laporan berjudul "Jangan Abaikan kami: Mencegah Kekejaman Massal di Papua."
Pusat Pencegahan Genosida Museum Simon-Skjodt menerbitkan laporan setebal 45 halaman bulan ini yang ditulis oleh seorang Indonesia, Made Supriatma, yang melakukan penelitian lapangan di wilayah ujung timur jauh Indonesia.
"Indonesia menempati urutan ke-27 dalam daftar negara dengan risiko kekejaman massal. Laporan ini harus menjadi peringatan dini," kata Supriatma.
Kombinasi faktor, meningkatnya serangan pemberontak, koordinasi dan organisasi yang lebih baik dari kelompok sipil pro-kemerdekaan, dan kemudahan komunikasi membuat masuk akal bahwa kerusuhan dapat mencapai tingkat baru dalam 12-18 bulan ke depan, kata laporan itu.
"Jika kerusuhan politik dan sosial terus berlanjut, dan jika itu menyebar ke seluruh wilayah, ada kemungkinan bahwa pemerintah Indonesia dapat menentukan bahwa skala atau kegigihan protes yang akan membenarkan tanggapan yang lebih parah, yang dapat menyebabkan pembunuhan besar-besaran dari warga sipil," katanya.
Risiko tersebut berakar pada faktor-faktor seperti kekejaman massal di masa lalu di Indonesia.
Pengucilan penduduk asli Papua dari pengambilan keputusan politik, kegagalan Jakarta untuk mengatasi keluhan mereka dan konflik atas eksploitasi sumber daya di wilayah tersebut, menurut laporan tersebut.
Faktor-faktor lain termasuk kebencian orang Papua atas kegagalan Jakarta untuk meminta pertanggungjawaban personel keamanan yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia dan konflik antara penduduk asli Papua dan pendatang dari bagian lain Indonesia atas masalah ekonomi, politik, agama, dan ideologi, katanya.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR