Intisari-Online.com - Idris Sardi, sang maestro biola ini punya sebuah prinsip terkait kesempurnaan. Ia akan berusaha untuk bermain sempurna. Tak boleh ada kesalahan dalam bermain biola. Sebab, setiap kesalahan permainannya berbuah hukuman, bahkan tak jarang berupa pukulan."Kalau kamu merasa sakit, itu karena kesalahan kamu sendiri. Orang lain yang dengar permainanmu lebih sakit, karena mereka tidak punya kesalahan apa-apa," begitu kata-kata ayahnya yang selalu terngiang di telinganya.Di usianya yang terbilang sangat muda, 5 tahun, Idris kecil sudah merengek kepada ayahnya, M. Sardi, untuk belajar biola. Sebuah permintaan yang konsekuensinya sungguh berat. Dengan biola yang besar dan berat, ia harus berlatih setiap hari sejak pukul 05.00 pagi. Tidak boleh mengeluh, karena ayahnya selalu menekankan bahwa itu adalah pilihan Idris sendiri. Karenanya, ia harus bertanggungjawab.(Baca juga:Maestro Biola Idris Sardi Meninggal Dunia)Di sanalah Idris Sardi sadar, berbeda dengan alat musik lain, biola tidak mentolerir kesalahan. Bukan hanya itu, aturan-aturannya juga banyak. Ayahnya punya pesan: pertama pikirkan apa yang hendak dimainkan, lalu gunakan perasaanmu.Didikan keras, membuat teknik permainan Idris Sardi berkembang pesat. Apalagi sejak ia berkesempatan menempuh pendidikan di Sekolah Musik Indonesia (SMIND) di Yogyakarta. Walau belum cukup umur, yakni masih berusia 14 tahun, berkat permainan yang luar biasa, ia diterima di sekolah itu.Di sana, ia dilatih oleh para guru, seperti George Setet dan Henri Tordasi, keduanya dari Hongaria, yang memang dikenal sebagai ahli dalam menggesek biola. Adapun dasar penanaman musik klasiklah yang membuat Idris Sardi memahami komposisi, harmonisasi, hingga "roh" dari alat yang dimainkannya."Musik menuntut banyak hal, terutama sabar, dan pengertian," ujar Idris Sardi, musisi yang sempat disalahpahami orang sebagai pemain biola yang romantik. "Padahal saya ekspresif." (Pernah dimuat di Majalah Intisari Edisi Januari 2012)