Intisari-Online.com - Entah mendapat bisikan dari siapa, Calon Presiden Prabowo Subianto menolak hasil penghitungan suara Pemilihan Presiden 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum pada Selasa (22/7). Beberapa pihak menyayangkan sikap mantan Danjen Kopassus itu yang “kekanak-kanakan” alih-alih legowo. Soal sikap menerima kekalahan, mari belajar legowo dari Al Gore.
(Baca: Prabowo Tolak Pelaksanaan Pilpres 2014)
Pada Pemilihan Presiden tahun 200 di Amerika Serikat, George Bush memenangi Pilpres AS tanggal 7 November 2000 mengalahkan Albert Arnold Gore alias Al Gore. Tapi semua orang tahu, Al Gore mendapatkan perolehan suara lebih banyak dari Bush, selisihnya sekitar 500 ribu suara.
Tapi Amerika Serikat adalah negara yang menganut sistem electoral college dalam menentukan calon presidennya alih-alih pemilihan langsung. Jadi yang menentukan pemenang adalah para elektoral.
Elektoral adalah wakil negara bagian: dua untuk senat, beberapa untuk DPR; mereka yang memilih presiden dengan sistem winner takes all. Suara elektoral terbanyak dimenangkan oleh Bush dengan silih angka cukup tipis di negara bagian Florida.
Awalnya, Gore hendak memberi selamat dan mengakui kekalahannya, tapi niat itu diurungkan karena Tim Kampanye-nya menemukan data yang berbeda tentang hasil pemungutan suara di Florida. Gore juga berhasil diyakinkan oleh para pendukungnya untuk menggugat kemenangan Bush.
Tidak berselang lama, pendukung Gore turun ke jalan melakukan unjuk rasa. Mereka juga mulai melakukan lobi-lobi politi, serta mengumpulkan data dan bukti-bukti hukum untuk proses pengadilan. Di level negera bagian, pengadilan menyambut positif dengan memberi izin untuk dilakukan penghitungan ulang, juga perpanjangan waktu untuk penghiutang suara ulang.
Namun semua upaya tersebut pupus setelah Supreme Court of the United States memberi kemenangan bagi Bush. Pendukung Gore tidak putus asa dan mencoba mencari cara lain. Di tengah upaya para pendukungnya, Al Gore yang justru angkat tangan; ia kembali pada sikap awal: merelakan kemenangan Bush pada pemilu yang disebut sebagai the most controversial presidential election in US history, ini.
(Baca: Prabowo Terancam Pidana Karena Mundur dari Pencapresan)
Di tengah kekecawaan para pendukungnya yang merasa dicurangi, tanggal 13 Desember 2000 Al Gore menyampaikan pidato mengakui kekalahannya. “Saya terima tanggung jawab tanpa syarat, untuk menghormati presiden terpilih dan membantunya mempersatukan bangsa, untuk memenuhi visi Deklarasi Kemerdekaan, dan Konstitusi Amerika.”
Soal pemilihan presiden, para calon presiden di Indonesia seharusnya belajar legowo dari Al Gore tentang bagaiman cara menerima kekalahan dengan hati terbuka. (Dari Berbagai Sumber)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR