Intisari-Online.com - Namanya pernah mencuat di media lantaran penolakan oleh sekelompok orang. Namun dia bergeming. Sebab dia memaknai situasi itu sebagai risiko seorang pamong. Dia adalah Lurah Susan.
***
Pertengahan 2013, nama Susan Jasmin Zulkifli sempat mencuat di media massa. Terutama ketika Susan menjadi sasaran aksi demonstrasi menolak lurah di Lenteng Agung. Unjuk rasa dilakukan kali pertama di Balaikota, Jakarta Pusat, pada 26 Agustus 2013. Dua hari kemudian, aksi demonstrasi dilakukan di depan Kantor Lurah Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Susan tetap santai saat bertutur tentang aksi demonstrasi itu. Dia mengaku, aksi demonstrasi tersebut memang sempat menguji ketahanan dirinya. Susan juga sempat kaget. Sebab ia baru saja menjabat dan sungguh-sungguh berniat bekerja untuk rakyat.
(Baca juga: Hal yang Harus dan Tak Boleh Dilakukan Saat Bekerja)
“Memang saya ‘berbeda’. Di situ saya sendiri. Dan memang di daerah Lenteng Agung, untuk menerima perbedaan itu masih susah sepertinya. Tetapi saya yakin itu hanya sebagian kecil warga saya yang tidak mau menerima prularisme, bahwa di negara ini ada banyak perbedaan,” kata Susan dengan nada bijaksana.
Akhirnya, Susan pun berusaha memahami bahwa dalam sebuah pekerjaan pasti ada pihak yang suka dan tidak. “Kasus kemarin itu sangat tidak terduga. Tapi saya pikir, itu adalah tantangan. Menjadi seorang pamong memang harus siap untuk itu,” tutur Susan.
Dia memandang aksi demonstrasi itu sebagai sebuah pembelajaran, bukan ancaman terhadap kariernya. Perempuan yang tinggal di Jakarta Pusat ini justru khawatir masalah tersebut akan berdampak buruk terhadap kondisi anak semata wayangnya. Sehingga, Susan yang sebetulnya memiliki hubungan akrab dengan anaknya tidak banyak cerita tentang masalah itu. “Saya hanya bilang ke anak saya: kamu tidak usah kasih tahu orang-orang kalau kamu anaknya lurah,” kata Susan.
(Baca juga: Keahlian Lebih Penting dari Gelar)
Beruntung, Susan memiliki anak perempuan yang sangat pengertian. Susan malah diingatkan oleh anaknya untuk tetap tenang dalam menghadapi masalah tersebut. Selain mendapat dukungan dari keluarga, Susan juga mendapat dukungan dari rekan kerjanya. “Mereka selalu bilang kepada saya, jangan mundur. Saya mau bukti bahwa hasil lelang jabatan ini bukan hasil lelang-lelangan. Saya sudah diuji lewat proses yang cukup panjang,” kata perempuan yang dilantik sebagai Lurah Lenteng Agung pada Juli 2013 ini.
Aksi demontrasi itu tidak membuatnya gentar. Semakin ditindas, dia akan semakin maju. Hingga pada akhirnya dukungan juga datang dalam bentuk penghargaan “Pahlawan Pluralisme” dari Gerakan Pemuda Ansor dan Taruna Merah Putih yang diberikan pada 10 November 2013.
-selesai-
Tulisan ini ditulis di Majalah Intisari edisi Mei 2014 dengan judul asli Lurah Susan: “Lurah Itu Kuncennya Kelurahan”