Intisari-Online.com – Sebuah koran lokal mingguan di tahun 2013 memberitakan kejadian berikut ini.
Ambar menikah dengan Amri pada tahun 2011. Mereka bepergian dengan sepeda motor, 20 hari setelah pernikahan mereka. Naas, mereka bertabrakan dengan truk dan Amri meninggal di tempat. Ambar dirawat di rumah sakit besar dengan beberapa luka. Seluruh tubuhnya memar dan ia mengalami patah tulang di pinggul dan kaki.
Ia harus menjalani empat kali operasi bedah dan beberapa observasi menggunakan sinar-X. Ia harus menelan sejumlah besar obat-obatan selama perawatan. Setelah beberapa bulan ternyata ia hamil. Para dokter menyarankan agar ia menggugurkan kandungannya. Mereka berpendapat bahwa obat dan sinar-X yang digunakan untuk pengobatan setelah kecelakaan mungkin dapat merusak janin. Dalam pandangan mereka, janin yang dikandung Ambar berpeluang tinggi menjadi cacat.
Banyak kerabat dan teman-teman yang menyarankan Ambar untuk melakukan pengguguran, karena anak itu bisa menjadi beban bagi Ambar. Mereka juga menunjukkan kesulitan dalam membesarkan seorang anak yang lahir dengan cacat parah.
Ibu muda itu mengalami dilema. Ia mencari perlindungan di dalam doa. Akhirnya ia memutuskan dengan berani bahwa dalam keadaan apapun ia tidak akan membunuh bayi yang tak berdosa itu. Ia sudah siap untuk menerima anak itu sebagia karunia Tuhan yang penuh kasih. Ia yakin bahwa seorang Ibu tidak harus menjadi pembunuh. Ia harus menjadi wali dan pelindung anaknya.
Ultrasonografi tidak menunjukkan kelainan yang pasti pada janin yang dikandung Ambar. Tapi dokter ragu tentang peluangnya untuk melahirkan bayi normal. Pada waktunya, Ambar melahirkan bayi dan karena kasih karunia Tuha, anaknya lahir dengan normal dan sehat. Ibu dan anak menjadi saksi hidup untuk kebenaran bahwa hidup adalah karunia Tuhan.
Ibu Teresa dari Calcutta, mengatakan, “Saya merasa bahwa perusak terbesar perdamaian saat ini adalah aborsi, karena merupakan perang terhadap anak, pembunuhan langsung pada anak yang tak berdosa, pembunuhan oleh ibu sendiri. Dengan aborsi, ibu tidak belajar mencintai, tapi membunuh bahkan anaknya sendiri untuk memecahkan masalahnya dan untuk ini saya mengajukan banding di mana-mana.”
Dapat seorang wanita melupakan bayinya sendiri dan tidak mencintai anak yang dilahirkannya? Itulah yang terjadi ketika seorang Ibu menyetujui untuk membunuh bayi yang belum lahir yang tidak bersalah dengan aborsi. Jika seorang Ibu melupakan anaknya, Tuhan tidak akan pernah melupakan umat-Nya.