Intisari-Online.com – Bagi saya, kuburan adalah suatu tempat paling kaya di dunia ini. Kok begitu? Walau hanya segunduk tanah dan batu nisan, namun garis kecil yang memisahkan tanggal lahir dan tanggal meninggal menggambarkan kehidupan yang telah dilalui seorang manusia, apa yang telah ia lakukan dalam hidupnya, apa yang ia lakukan dengan hidupnya, prestasi apa saja yang telah ia capai baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, masyarakat, dan umat manusia.
Begitu banyak orang yang sebenarnya tidak hidup selama mereka hidup, hanya sekadar "ada", hingga mereka meninggal. Seorang guru spiritual pernah berkata, "Dalam hidup ada kehidupan." Hidupkanlah kehidupan ini agar kita mengerti, mengapa dan untuk apa kita hidup. Baru kita dapat membantu orang lain untuk menghidupkan kehidupan mereka.
Kuburan adalah tempat terkaya di dunia karena ada begitu banyak orang yang meninggal dengan membawa impian-impian besar mereka yang belum terwujud. Mereka menyimpan semua harapan dan impian mereka tanpa mampu, sempat, atau berani mewujudkannya. Ada banyak faktor yang menyebabkan orang tidak hidup sesuai dengan potensi mereka.
Coba lihat, seberapa banyak orang yang bekerja atau berkarier sesuai dengan latar belakang pendidikan formal atau bidang keunggulannya? Kenyataannya, tak sedikit yang meninggalkan disiplin ilmunya. Ada lulusan luar negeri yang buka depot atau catering. Ada sarjana teknik kimia yang jadi guru Play Group/TK. Ada sarjana teknik mesin yang jadi salesman mobil atau agen asuransi dan masih banyak contoh lain.
Sering sekali kita menemui orang yang dulunya begitu bersemangat mengenai masa depan mereka, impian-impian mereka, dan hidup mereka, ternyata setelah sekian tahun kemudian, passion atau gairah hidup itu hilang tanpa bekas. "Yah, kita harus realistis. Ekonomi sekarang lagi sulit. Dapat kerja atau bisa cari makan saja sudah syukur," keluh mereka.
Jangan salah, saya juga termasuk orang yang pernah salah jurusan. Namun syukurlah, saya segera sadar dan segera menyusun ulang program hidup saya.
Apa pun impian Anda sebelumnya, yang penting adalah bagaimana menemukan potensi diri atau bidang keunggulan kita. Untuk sementara, lupakan semua pendidikan formal yang pernah dijalani. Coba lakukan analisis diri yang dibuat Paulus Winarto sbb.:
Ada seorang anak SMA dari keluarga kurang mampu, Agus, tulang punggung keluarga. Karena tak mungkin melanjutkan kuliah, ia disarankan kursus merangkai bunga di salah satu floris di Surabaya. Lalu apa yang terjadi? Dalam usia 23 tahun, tahun lalu ia membeli satu unit ruko seharga Rp 650 juta dan membeli mobil baru. Rupanya, dari hobi merangkai bunga, ia kembangkan ke bidang wedding decoration.
Bahkan, jadwalnya untuk tahun ini sudah penuh. Kelak, ia termasuk mereka yang pada garis kecil di batu nisannya menyimpan kehidupan yang amat kaya. Bagaimana dengan kita? (Adi W. Gunawan – Intisari Juli 2010)