Intisari-Online.com – Alkisah, ada seorang raja yang memiliki segala sesuatu yang biasa kita minta, yaitu kesehatan, kekayaan, kesenangan, dan kekuasaan. Ia adalah penguasa perkasa dari kerajaan besar dan bangga akan hal itu.
Suatu hari, seorang bijak datang kepadanya dan berkata, “Wahai Raja, Anda tidak harus berbangga pada kekuasaan dan harta benda, karena itu sifatnya sementara. Pada suatu hari, Anda akan meninggalkan mereka atau mereka akan meninggalkan Anda.”
Raja tidak bisa memahami hal itu. Ia pun marah. Tapi orang bijak itu bertahan, “Belajarlah untuk menjadi rendah hati. Semakin Anda rendah hati, semakin kekuatan Tuhan akan mengalir melalui Anda untuk membantu kerajaan Anda dan rakyatnya.”
Dengan marah, Raja yang sombong itu berkata, “Mengapa saya harus rendah hati? Saya memiliki sebuah kerajaan besar. Saya hanya mengangkat jari dan ribuan orang akan berada di bawah perintah saya. Saya tidak butuh saran Anda. Saya memerintahkanmu untuk segera pergi!”
Beberapa hari kemudian, Raja pergi berburu dengan menteri dan pengawal istananya. Melihat rusa cantik di kejauhan, ia mulai mengejarnya. Pengejaran memanas dan meskipun sudah disarankan untuk kembali, kesombongan Raja keluar. Tak lama kemudian, Raja terpisah dari rombongannya. Sementara rusa itu tampaknya telah menghilang. Tidak mau menyerah untuk mengejar, Raja memacu kudanya lebih cepat dan lebih cepat lagi. Tiba-tiba, ia sekilas melihat rusa, sebelum menghilang lagi. Berdasar pada penglihatannya, Raja mencoba untuk lebih cepat lagi memacu kudanya. Kudanya yang bersemangat melompat terlalu lebar ke depan, tersandung, dan akhirnya jatuh. Kuda dan penunggangnya pun jatuh ke tanah, tak sadarkan diri.
Mereka berdua terbaring, rata dengan tanah, hingga beberapa perampok kebetulan lewat. Menemukan kuda dan penunggangnya yang kaya dalam keadaan tidak sadar, mereka menjarah milik Raja, yaitu senjata dan bahkan pakaiannya. Ketika Raja siuman, ia menemukan dirinya tanpa busana. Dalam kondisi tak berdaya, ia teringat kata-kata dari orang bijak, terngiang-ngiang di telinganya, “Mereka akan meninggalkan Anda atau Anda akan meninggalkan mereka, suatu hari.”
Raja merasa sangat menyesal. Ia menyadari bahwa harga dirinya yang telah membawanya ke situasi yang sulit ini. Ia memejamkan mata dan mengucapkan doa sederhana, “Dalam keadaan yang tidak berdaya ini, ya Tuhan, saya memuji-Mu! Bantulah saya supaya binatang liar di hutan ini tidak memangsa saya!”
Saat itu, ia mendengar suara auman singa dan hatinya bergetar. Namun, ia menemukan bahwa auman singa itu ternyata dari kudanya yang siuman. Dengan rasa syukur yang sangat besar kepada Tuhan, ia menunggangi kudanya dan memacunya ke tempat menteri dan pengawal istananya yang cemas mencarinya.
Sejak saat itu, Raja berubah. Ia menjadi seorang yang rendah hati. Setiap hari, ia mengingatkan dirinya dari ajaran orang bijak itu dan melaksanakan tugas kerajaan dengan rendah hati.
Daripada menunggu mendapatkan pengalaman yang memalukan untuk belajar tentang kerendahan hati, seperti dalam kasus Raja tadi, kita harus mencoba dan menanamkan kebajikan kerendahan hati. Kita bisa mulai dengan menjadi rendah hati saat berbicara kepada orang tua, kerabat, dan teman-teman kita.