Advertorial
Intisari-Online.com -Kubur itu masih baru. Permukaannya rata tanah tertutup rumput hijau tebal. Bunga segar yang baru saja diletakkan di situ membuatnya tampak cantik, bahkan indah. Apalagi ketika matahari Seattle yang hangat ramah menyapanya. Membuat butiran buah-buah yang menggelayuti pohon-pohon holly di atas makam itu tertawa bungah. Merah dan cerah.
Sudah sebulah yang jasad istrinya dimakamkan di situ. Kesedihan tak harus mendatangkan kepahitan. Air mata yang berulang meluap karena perpisahan, apalagi perpisahan yang tak terelakkan, diterimanya sebagai pengalaman yang membersihkan. Melihat betapa banyak orang yang sudah disentuh kehidupannya oleh wanita yang amat dicintainya itu. Menyadari istrinya menjalani kehidupan yang tidak sia-sia.
Kehidupan, itulah yang menjadi fokusnya kini. Bill Clinton pernah mengatakan, “Kalau engkau hidup cukup lama, pasti kau akan melakukan kesalahan. Tapi kalau engkau belajar dari kesalahan-kesalahanmu, engkau akan tumbuh jadi lebih baik. Yang penting bagaimana menangani permusuhan tersebut mempengaruhimu. Jangan pernah menyerah (untuk memperbaiki diri).”
Mantan Presiden AS yang pernah menghebohkan dunia karena skandal seks itu mestinya tak asal berucap.
Kenangan kejadian sepanjang 2014 berkilasan bak kaleidoskop di benaknya. Kesalahan dan kekeliruannya bertumpuk. Tak kurang yang membuatnya malu. Begitupun pada saat nanti, semoga orang akan mengenangnya sebagai orang yang bangun tiap kali terjatuh; bahkan menarik orang-orang lain untuk ikut bangun. Waktu adalah milik para pemberani karena akhir dari sesuatu selalu melahirkan sebuah awal baru. (LW)