Intisari-Online.com – Suatu hari di sebuah kelas filosofi, seorang profesor sedang bersiap untuk mengajar dengan membawa empat buah benda, yaitu toples, batu, kerikir dan pasir. Murid-murid yang menghadiri kelasnya pun sangat tertarik dengan benda-benda yang dibawa profersor tersebut.
Kemudian, tanpa mengucapkan apa-apa, si profesor mulai memasukan batu-batu ke dalam toples tersebut, saat bebatuan itu sudah mencapai leher toples, ia bertanya pada murid-muridnya, apakah toplesnya sudah penuh, dan semua murid menjawab iya. Si profesor pun melanjutkan dengan memasukan kerikil ke dalam toples, kerikil-kerikil itu mulai mengisi ruang kosong yang ada di sela-sela batu. Lalu ia kembali bertanya pada murid-muridnya, apakah toplesnya sudah penuh, dan sekali lagi, semua muridnya menjawab iya.
Sekarang, murid-murid itu sudah tahu apa yang akan dilakukan profesor selanjutnya, yaitu memasukan pasir ke dalam toples, namun mereka belum mengerti kenapa. Dan sesuai dugaan mereka, profesor mulai menuangkan pasir ke dalam toples, dan pasir mengisi ruang kosong lain yang tersisa. Ia lalu lagi-lagi bertanya apakah toplesnya sudah penuh, dan jawabannya pun masih sama.
Ia kemudian menjelaskan bahwa toples tersebut merupakan analogi dari hidup. Ia mengandaikan bahwa batu merupakan hal terpenting dalam hidup—kesehatan, keluarga—dan hal lain yang membuat hidup kita lengkap. Sementara kerikil merupakan hal-hal yang membuat hidup kita nyaman, seperti pekerjaan, rumah, kendaraan. Dan yang terakhir, pasir merupakan hal-hal yang tidak terlalu penting.
Memasukan pasir terlebih dahulu ke dalam toples tidak akan menyisakan ruang untuk batu dan kerikil. Hal itu sama seperti ketika kita memenuhi hidup dengan hal-hal kecil, maka tidak ada ruang untuk hal-hal besar yang berarti. Maka dari itu, tentukanlah prioritas hidup kita, bedakan mana yang batu, kerikil dan mana yang pasir.