Strategi serangan pasukan Sultan Agung di Batavia pada saat itu adalah dengan membendung Sungai Ciliwung agar benteng VOC kekurangan air.
Strategi tersebut berhasil membuat pihak VOC terjangkit wabah kolera, tetapi dominasi Belanda belum bisa dipatahkan.
Pada serangan pertama itu, pasukan mataram mengalami sejumlah hambatan, di antaranya stamina pasukan terkuras, kekurangan bahan makanan, dan juga kalah persenjataan.
Sehingga, pasukan Mataram pun memilih mundur dan kembali ke kerajaannya.
Baca Juga: Sidang Pertama BPUPKI Membahas tentang Apa dan Bagaimana Hasilnya?
Sultan Agung yang belum menyerah dengan gagalnya serangan pertama, ia kembali memerintahkan serangan terhadap VOC di Batavia.
Serangan kedua yang dilakukan pada tahun 1629 ini dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya.
Dipati Puger dan Dipati Purbaya berhasil membawa 80.000 pasukan Mataram sampai di Batavia. Namun, serangan ini kembali menemui kegagalan.
Mataram sudah mengantisipasi hambatan serangan sebelumnya, tetapi rupanya Belanda masih saja menemukan cara untuk memukul mundur pasukan Mataram.
Belanda membakar lumbung padi milik pasukan Mataram, membuat pasukan Mataram kekurangan bahan makanan dan kelelahan, dan akhirnya memilih untuk mundur.
Meski kedua serangan Mataram ke Batavia gagal, namun sampai akhir hayatnya, Sultan Agung tetap tidak mau berdamai dengan VOC.
Dengan dua serangan itu pula, ia membuktikan tekad dan semangat untuk mengusir VOC dari Nusantara, yang saat itu dianggap merugikan.
Setelah Sultan Agung Hanyakrakusuma melakukan serangan ke Batavia sebanyak dua kali, selanjutnya ada sejumlah penguasa lokal lainnnya yang juga melakukan perlawanan terhadap VOC Belanda.
(*)
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR