Intisari-Online.com – Pak Bala latihan berkotbah di sebuah perkumpulan. Ia dijadwal berkotbah di salah satu wilayah yang tidak jauh dari tempat pemondokannya.
Lima belas menit sebelum acara dimulai, ia sudah siap berangkat. Ia mengajak mentornya untuk menilai.
“Ayo Pak Bala, kita berangkat!” ajak mentornya.
“Mari!” sahut Pak Bala.
Hujan turun rintik-rintik. Pak Bala menyangka bahwa mereka akan berangkat berboncengan naik sepeda motor. Maka, di teras pemondokan Pak Bala meluntung celana panjangnya.
Ketika mentornya menuju garasi, ia mengekor di belakangnya.
“Mari, Pak Bala yang setir!” kata mentornya. Karuan saja Pak Bala kebingungan.
“Wah, maaf Pak saya belum bisa setir mobil! Bapak saja yang pegang!” jawab Pak Bala.
“Saya juga enggak bisa kok!” sahut beliau sambil terkekeh-kekeh.
“Weh….aku dikira sudah bisa setir mobil to?” pikir Pak Bala.
Mentornya pun lalu sibuk mencari orang yang bisa nyetir mobil. Sementara Pak Bala harus menenangkan hatinya, supaya khotbah yang disiapkannya tidak menguap.
Kita kerap mengira dan menyangka orang lain bahwa orang tersebut bla bla bla. Kalau perkiraan itu positif, okelah. Sebenarnya semakin positif pikiran kita terhadap orang lain, kendati ada risiko yang tidak mengenakkan, maka keceriaan, keindahan, dan kebahagiaan yang akan muncul!
Namun, kenyataannya dorongan untuk berpikiran negatif lebih kuat daripada dorongan untuk berpikiran positif tentang orang lain. Kita lebih mudah untuk berpikiran negatif terhadap orang lain. Padahal, semakin negatif pikiran kita terhadap orang lain, semakin kita akan terpuruk dalam kegelapan dan kebencian yang kita ciptakan sendiri.