Intisari-Online.com – Dexter berusia 12 tahun ketika orangtuanya kehilangan pekerjaan. Setelah berbulan-bulan berjuang, keluarganya menjadi tunawisma. Gereja menjadi tempat mereka berlari mencari perlindungan.
Dexter kewalahan oleh keputusasaan yang terinfeksi penduduk setempat. Dia tahu pasti ada sesuatu yang bisa dilakukannya untuk memperbaiki keadaan di sana, khususnya bagi anak-anak.
Suatu hari, ketika ia menjelajahi gedung, Dexter tiba di beberapa kamar yang tidak terpakai. Dia berpikir kamar tersebut menjadi sebuah pusat belajar yang besar untuk anak-anak yang tinggal di tempat penampungan. Beberapa dari mereka tinggal di penampungan yang berbeda sehingga mereka bahkan tidak pernah pergi ke sekolah.
Dexter menyukai sekolah dan ia menyukai bila membantu anak-anak lain mengerjakan pekerjaan rumah mereka. Dengan beberapa buku tua yang disumbangkan oleh kepala sekolah dan bimbingan direktur di tempat penampunnga, Dexter memulai memberikan les bagi anak-anak gelandangan lainnya.
Hal yang paling sulit hidup di penampungan, mengucapkan selamat tinggal kepada “siswa”-nya ketika keluarga mereka pindah. Ketika akhirnya keluarga Dexter bisa pindah ke tempat mereka sendiri, dia membuat rencana akan tetap kembali ke tempat penampungan untuk bekerja dengan anak-anak yang masih ada. Ia juga mulai menjadi sukarelawan di lingkungan tempat tinggalnya yang baru.
“Orang selalu membantu saya,” kata Dexter. “Jadi saya pikir sudah waktunya untuk memberikan sesuatu kembali.”
Cerita Dexter menginspirasi kita, untuk menjangkau dan menjadi pelayan masyarakat di sekeliling kita. Kita mungkin tidak memiliki uang lebih, tetapi sebuah buku yang bisa digunakan, atau pakaian lama yang sudah tidak kita pakai lagi, atau hanya beberapa menit waktu untuk memahami orang dengan penuh kasih, sangat berarti bagi seseorang yang membutuhkan. (Bits&Pieces)