Bermimpi Makmur

Lily Wibisono

Editor

Bermimpi Makmur
Bermimpi Makmur

Intisari-Online.com - Mendekati hari-hari terakhir Bulan Ramadhan, eforia pulang kampung dirayakan oleh sebagian orang dengan membeli apa saja untuk dipakai atau dipamerkan. Ada seorang PRT yang memasang kawat gigi seharga Rp 1 juta, hanya dua hari menjelang pulang kampung. Ada juga yang membeli ponsel pintar merek terkenal seharga dua setengah kali gajinya. Kegilaan belanja di saat Lebaran amat umum terjadi di segala level ekonomi.

Orang Indonesia memang memiliki reputasi dalam shopping. Reputasi ini amat dikenal oleh penduduk negara tetangga kita yang sudah makmur dan maju, Singapura. Sudah tentu “orang Indonesia” yang mereka kenal tidak mewakili orang Indonesia secara keseluruhan. Kemampuan ekonomi kita amat jelas berada di mana. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya AS $ 2.963 dan karenanya dalam tataran dunia masih menduduki ranking no. 109 (termasuk kategori negara dengan pendapatan menengah ke bawah). Jelaslah jauh dibandingkan dengan Singapura, yang PDB-nya US $ 40.920 dan termasuk dalam jajaran elite 20 negara dengan PDB tertinggi di dunia.

Konsumsi rokok melebihi belanja untuk telur

Apa beda orang Indonesia dan Singapura dalam membelanjakan uangnya? Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), dalam soal konsumsi, orang Indonesia menghabiskan separuh dari pendapatannya untuk makanan (49,45%). Ironisnya, pengeluaran nomor dua terbesar dalam kategori ini setelah golongan padi-padian (makanan pokok) adalah tembakau dan sirih (!), yang mengalahkan konsumsi untuk ikan, daging, dan telur. Di kategori non-makanan (50.55%), terbanyak dihabiskan untuk konsumsi (barang & jasa, pakaian, alas kaki, penutup kepala, dan barang-barang tahanlama) sebanyak 38,99%, baru peringkat kedua untuk perumahan dan fasilitas rumah tangga (19,91%). Pengeluaran untuk keperluan masa depan, seperti pendidikan dan kesehatan, tidak terekam.

Data dari Ministry of Trade & Industry Singapore menunjukkan, hanya sekitar 20% pengeluaran orang Singapura dihabiskan untuk makanan. Delapan puluh persen sisanya terbanyak dihabiskan untuk investasi masa depan (kesehatan, rekreasi & budaya, pendidikan) yaitu sebanyak 33,4% , kemudian untuk keperluan papan sebanyak 20,4%. Sisanya untuk komunikasi, dan transportasi.

Berlatih rasional

Tentu kita tahu, secara absolut, PDB kita hanya satu per tigabelas PDB Singapura. Setelah habis untuk pangan, sandang dan papan, tak tersisa lagi untuk lainnya. Kesehatan, pendidikan, rekreasi dan budaya, hal-hal amat penting untuk masa depan bagi sebagian besar kita masih merupakan kemewahan. Sesuatu yang tidak usah dipikirkan dan dipersiapkan karena tidak ada sarana untuk memikirkan dan mempersiapkannya. Menyedihkan. Yang patut disayangkan, dengan dana yang tak seberapa itu, tidak selalu kita dapat menahan diri untuk menggunakannya secara rasional.

Ulang tahun RI ke-67 mestinya mencambuk kita semua yang berkemampuan memikirkan masa depan, untuk mendidik diri dalam pengelolaan keuangan. Sambil merayakan Idul Fitri 1 Hijriah 1433, mari tak hanya saling memaafkan tapi juga saling mengingatkan. Sebelum bermimpi mencapai negara yang makmur, mari berjuanglah dulu membuat keluarga dan lingkungan terdekat kita makmur. Mau makmur, ayo biasakan mengelola keuangan dengan cerdas.