Intisari-online.com - Konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina kemungkinan akan mempengaruhi militer China, terutama dengan jet tempurnya karena Beijing sangat bergantung pada Moskow.
Alasanya, karena China sangat bergantung pada komponen Rusia.
Pada (17/5), para ahli di konferensi Institut Penelitian Dirgantara China memperkirakan bahwa Rusia tidak akan memelihara atau memasok mesin dan komponen hingga 40% dari jet tempur China.
Ini kemungkinan akan mempengaruhi armada Angkatan Udara PLA dalam waktu dekat, menurut Majalah Angkatan Udara.
Dalam pembahasan kerjasama militer antara Rusia dan China, para ahli menekankan bahwa China tidak dapat sepenuhnya mengembangkan teknologi mesin seperti yang diklaimnya.
Dengan Rusia yang sibuk memperlengkapi kembali militernya untuk perang yang berlarut-larut, China mungkin terpaksa lebih fokus pada pengembangan kemampuan internal.
"China masih bergantung pada komponen Rusia dan mungkin dalam waktu dekat," kata David R. Markov, pakar di Institut Analisis Pertahanan.
Bahkan, Rusia memasok sekitar 4.000 mesin untuk helikopter China dan pesawat militer lainnya antara tahun 1992 hingga 2019.
Ini membuktikan pentingnya teknologi Rusia bagi militer China.
Para ahli juga menunjukkan bahwa sanksi ekonomi dari AS dan Eropa telah menghambat kemampuan Rusia untuk menyerap teknologi seperti semikonduktor yang digunakan oleh industri pertahanan Rusia.
"Saya pikir China akan terus membeli mesin dari Rusia dan juga menarik untuk melihat apakah Rusia sekarang dapat memasok mesin ini di bawah sanksi internasional," kata Markov.
Selain itu, Markov mengatakan bahwa situasi ini memberi China insentif yang lebih kuat untuk menggunakan sumber daya nasional untuk mengatasi masalah mesin yang mereka hadapi.
Tapi, mengapa China tidak dapat memproduksi mesin pesawat yang efisien?
Selama bertahun-tahun, telah dilaporkan secara luas bahwa China sangat mahir menyalin teknologi asing untuk penggunaan dalam negeri.
Hampir setiap jet tempur China dimodelkan dengan desain yang dicuri atau direkayasa ulang.
China telah bekerja selama bertahun-tahun untuk mengembangkan mesin yang benar-benar domestik untuk pesawat tempurnya.
Menurut The EurAsian Times, China telah mengganti mesin Rusia dengan mesin WS-10 yang diproduksi di dalam negeri untuk pesawat tempur siluman J-20.
Namun, banyak laporan mengklaim bahwa mesin asli ini masih mengecewakan dan tidak memberikan daya dorong yang cukup dibandingkan dengan mesin Rusia.
Demikian pula, ahli Markov berpendapat bahwa China masih gagal dalam produksi mesin pesawat karena Rusia telah menyembunyikan rahasia teknologi, meskipun China sukses besar dalam teknologi militer penting yang membantu dalam pembuatan pesawat siluman J-20 dan J-31.
Markov menambahkan bahwa kesulitan China di bidang ini adalah karena kurangnya kapasitas domestik daripada kurangnya sumber daya yang dialokasikan untuk upaya tersebut.
Dibandingkan dengan Rusia, yang mewarisi basis produksi pertahanan Soviet, kompleks industri pertahanan China relatif baru.
Banyak ilmuwan, insinyur, perancang, dan manajer produksi China masih sangat muda di usia 20-an dan 30-an, yang menjelaskan mengapa mereka kekurangan keahlian dan pengalaman.
Untuk mengatasi masalah ini, Beijing telah mengontrak para ahli Rusia untuk bekerja di dalam pabrik-pabrik China.
"Apa yang masih belum mereka pahami adalah bahwa mesin penerbangan modern, terutama mesin pesawat supersonik, lebih merupakan seni daripada sains," kata Markov.
Markov melanjutkan dengan mengatakan bahwa insinyur mesin di perusahaan seperti Rolls-Royce, Pratt & Whitney dan GE memiliki "pengetahuan diam-diam" yang tidak dimiliki China.
Menurut Markov, pembelian pesawat tempur Su-35 Rusia oleh China ditujukan untuk mengakses mesin canggih dan sistem kontrol digital pesawat ini.
Sementara itu, China masih membangun mesin WS-15 untuk meningkatkan kekuatan kemampuan "super cruise" dari pesawat tempur J-20.
Menurut China Central Television, mesin WS-15 tampaknya memiliki rasio bypass yang rendah dan kontrol vektor dorong.
WS-15 dirancang agar sesuai dengan pesawat tempur generasi kelima baik pesawat berat maupun menengah.
China berencana untuk mengintegrasikan WS-15 untuk J-20, tetapi Beijing lebih memilih untuk menginstal mesin WS-10C karena kegagalan tes WS-15.