Intisari-Online.com - Tanya: Salam redaksi yang terhormat. Saya mempunyai permasalahan dengan tetangga saya yang membuka bengkel motor di rumahnya. Hampir tiap hari tetangga saya tersebut membuka bengkel motornya sampai larut malam, ini sangat mengganggu saya karena suara motor dari bengkel tersebut sangat bising. Juga rumah sekitar yang sedang beristirahat di malam hari.
Yang mau saya tanyakan, langkah hukum apa yang dapat saya lakukan untuk menegur tetangga saya tersebut, mengingat sudah bosan saya memperingatinya. Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih. (Broto, Solo)
Jawab: Terima kasih atas pertanyaan yang diberikan Pak Broto. Pada saat sekarang ini banyak rumah yang berubah fungsi menjadi tempat untuk melakukan kegiatan usaha. Kami mengerti dengan kondisi Pak Broto bahwa kebisingan yang ditimbulkan dari usaha bengkel motor tetangga Pak Broto sangat mengganggu Pak Broto dan rumah sekitarnya.
Undang-undang mengatur mengenai pemanfaatan rumah untuk difungsikan menjadi tempat usaha. Pada Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (UU Perumahan) dikatakan:
“Pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian.”
Pasal 49 ayat (1) (UU Perumahan) jelas mengatur mengenai pemanfaatan rumah menjadi tempat kegiatan usaha tetapi tidak boleh membahayakan dan mengganggu fungsi hunian. Sesuai pada penjelasan Pasal 49 ayat (1) (UU Perumahan) yang berbunyi:
“Yang dimaksud dengan 'usaha secara terbatas' adalah kegiatan usaha yang diperkenankan dapat dikerjakan di rumah untuk mendukung terlaksananya fungsi hunian”.
“Yang dimaksud dengan 'kegiatan usaha yang tidak membahayakan fungsi hunian' adalah kegiatan usaha yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan bencana yang dapat mengganggu dan menyebabkan kerugian”.
“Yang dimaksud dengan 'kegiatan yang tidak mengganggu fungsi hunian' adalah kegiatan yang tidak menimbulkan penurunan kenyamanan hunian dari penciuman, suara, suhu/asap, sampah yang ditimbulkan dan social”.
Pada alinea ketiga penjelasan Pasal 49 ayat (1) (UU Perumahan) dijabarkan bahwa kegiatan usaha tersebut tidak boleh menimbulkan penurunan kenyamanan hunian dari penciuman, suara, suhu/asap, sampah yang ditimbulkan. Jadi, berdasarkan penjelasan Pasal 49 ayat (1) (UU Perumahan) suatu hunian (rumah) dapat dijadikan tempat usaha apabila tidak menimbulkan gangguan seperti yang dijelaskan pada Pasal tersebut di atas.
Pada Pasal 49 ayat (2) (UU Perumahan) dinyatakan bahwa:
“ Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian harus memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian”.
Pemanfaatan rumah menurut Pasal 49 ayat (2) (UU Perumahan) harus memperhatikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian, pihak yang melanggar aturan Pasal 49 ayat (2) tersebut akan mendapatkan sanksi, sanksi tersebut diatur pada Pasal 150 (UU Perumahan) yang menyatakan bahwa:
(1) Setiap orang yang menyelenggarakan perumahan dan kawasan permukiman yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 ayat (4), Pasal 45, Pasal 47 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 49 ayat (2), Pasal 63, Pasal 71 ayat (1), Pasal 126 ayat (2), Pasal 134, Pasal 135, Pasal 136, Pasal 137, Pasal 138, Pasal 139, Pasal 140, Pasal 141, Pasal 142, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, atau Pasal 146 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
Menurut kami langkah Pak Broto adalah dengan menghadap kepada pemerintahan di tempat Pak Broto tinggal untuk mengadukan kegiatan usaha yang menimbulkan gangguan tersebut. Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah yang menyatakan bahwa:
(1) Dalam setiap tahapan dan waktu penyelenggaraan perizinan, masyarakat berhak mendapatkan akses informasi dan akses partisipasi.
(3) Akses partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengajuan pengaduan atas keberatan atau pelanggaran perizinan dan/atau kerugian akibat kegiatan dan/atau usaha.
Dengan dasar Pasal 19 ayat (3) Permendagri no. 27 tahun 2009 di atas Pak Broto termasuk masyarakat yang berhak untuk berpartisipasi mengajukan pengaduan atas kerugian akibat kegiatan tetangga Pak Broto tersebut. Pak Broto dapat meminta melalui pemerintah daerah setempat untuk menegur atau bahkan menindak tetangga Pak Broto, sejalan dengan pasal tersebut pada Pasal 55 ayat 4 dan 5 Undang-Undang no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa:
(4) Pengawasan Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat.
(5) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pasal 55 ayat 4 dan 5 Undang-Undang Penataan Ruang ini adalah dasar untuk melaporkan tetangga Pak Broto kepada Pemerintahan Daerah melalui Badan Pelayanan Izin di daerah Pak Broto.
Demikian penjelasan kami semoga dapat membantu menyelesaikan permasalahan Pak Broto.
*) Jika Anda memiliki pertanyaan seputar hukum, silakan kirim pertanyaan ke email: intisarionline@gramedia-majalah.com.