Tak Mau Tandatangani Faktur Pajak, Perusahaan Ancam Tak Beri Gaji

Ade Sulaeman

Editor

Tak Mau Tandatangani Faktur Pajak, Perusahaan Ancam Tak Beri Gaji
Tak Mau Tandatangani Faktur Pajak, Perusahaan Ancam Tak Beri Gaji

Intisari-Online.com - Selamat sore...

Saya adalah seorang karyawan swasta. Saya bingung mau bertanya ke mana jadi saya tulis di sini saja. Ceritanya begini, saat ini saya sedang diminta oleh pemilik perusahaan ini untuk masuk ke dalam jajaran orang yang menandatangani faktur pajak, saya tidak mau karena di perusahaan ini saya hanya staff.

Meskipun saya staff di bagian pajak dan kata pemilik perusahaan ini saya adalah wakilnya suatu hari nanti, tapi tidak ada surat tertulis atau pengumuman kepada seluruh karyawan kalau saya adalah wakilnya di perusahaan ini sehingga saya tidak mempunyai hak untuk memberikan instruksi secara langsung jika ada masalah misalnya stok. Gaji sebagai seorang wakil pemilik perusahaan pun tidak sesuai dengan semestinya.

Kata pemilik perusahaan pun dia yang akan bertanggung jawab apabila ada apa-apa tapi saya sama sekali tidak bisa percaya akan yang dikatakannya karena beberapa waktu lalu saja saya sudah disalahkan oleh anaknya atas laporan keuangan internal saya yang telah saya buat bersama dengan papanya yang notabene adalah pemilik perusahaan ini.

Dilihat dari situlah yang menyebabkan saya tidak bisa menerima kalau saya ditunjuk menjadi penandatangan faktur pajak. Anda bisa bayangkan bukan apa yang terjadi jika saya sudah terlanjur masuk ke dalam jajaran orang yang menandatangan faktur pajak? saya bisa dipenjarakan.

Nah, kalau dipenjarakan, bagaimana dengan anak saya? anak saya sama siapa? sedangkan biaya anak saya sebagian besar saya yang tanggung, suami hanya bisa membantu sedikit sekali. Yang saya mau tanyakan:

  1. Saya harus melapor ke mana jika pemilik perusahaan memaksa saya untuk masuk ke dalam jajaran orang yang menandatangani faktur pajak dengan mengancam tidak memberikan gaji saya? Tapi memang belum terjadi seperti yang saya bilang ini, saya hanya bersiap-siap jika terjadi seperti yang saya bilang ini.
  2. Mengancam tidak memberikan gaji itu masuk ke dalam undang-undang tenaga kerja pasal dan ayat berapa ya? Sanksi yang akan dikenakan kepada pemilik perusahaan apa ya atas tindakannya ini?
Tolong bantuannya. Saya mengucapkan terima kasih sebelum dan sesudahnya kepada orang-orang yang bisa membantu permasalahan dan kebingungan saya ini. Saya berdoa supaya kebaikan anda dibalas oleh Sang Pencipta kita.

(Pertanyaan ini disampaikan salah seorang pembaca Majalah Intisari melalui akun Facebook Majalah Intisari)

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan saudara.

  1. Kami asumsikan bahwa hal yang menyebabkan saudara tidak mau menandatangani faktur pajak adalah karena terdapat unsur-unsur tindak pidana di dalamnya. Misalnya, terdapat informasi yang tidak benar terkait laporan pajak yang tertuang dalam faktur pajak tersebut.
Apabila saudara menilai bahwa perintah atasan tersebut adalah suatu tindak pidana, maka kami menyarankan agar saudara tidak melaksanakannya.

Sekalipun saudara mendapatkan perintah yang sah dari atasan, tidak hanya atasan saudara yang terkena konsekuensi hukum, saudara juga dapat dikenai ancaman pidana apabila kelak terbukti saudara terlibat dalam perbuatan itu.

Terlebih lagi saat ini kondisinya perintah itu tidak diberikan secara sah atau tidak ada bukti otentik (surat kuasa) yang dapat dijadikan bukti bahwa perintah itu adalah perintah atasan saudara.

Kondisi ini bukan tidak mungkin akan berdampak serius kepada saudara, yaitu atasan saudara dapat “cuci tangan”, dengan mengatakan bahwa tidak pernah ada perintah darinya.

Terkait ancaman tidak dibayar upahnya, saudara dapat melaporkannya kepada Suku Dinas Ketenagakerjaan, yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan (alamat) perusahaan.

Saudara dapat menyampaikan segala pelanggaran hak yang dilakukan atasan saudara dan memintakan pemulihan terhadap hak-hak tersebut.

Sebelum saudara mengajukan laporan tersebut, berikut ini kami sampaikan beberapa hal yang menjadi hak saudara yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).

Pasal-pasal dibawah ini dapat saudara cantumkan dalam laporan kepada Suku Dinas Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum perlindungan hak-hak saudara.

  1. Pengusaha diperbolehkan tidak membayar upah pekerja HANYA DENGAN ALASAN pekerja tersebut tidak melakukan pekerjaannya. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan:
“Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.”

  1. Bahkan ketentuan “tidak melakukan pekerjaan” pun tidak mutlak. Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan memberikan kewajiban kepada Pengusaha untuk tetap membayar upah kepada Pekerja apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan dengan alasan:
    1. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
    2. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
    3. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
    4. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
    5. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalan-kan ibadah yang diperintahkan agamanya;
    6. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
    7. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
    8. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
    9. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Alasan yang disampaikan atasan saudara tidak termasuk dalam ketentuan yang diatur pada kedua pasal tersebut. Dengan demikian atasan saudara wajib untuk tetap membayar upah saudara.

  1. Sebagaimana dijelaskan dalam poin 1 di atas, pekerja tidak dibayar upahnya apabila dia tidak melakukan pekerjaan (Pasal 93 ayat (1) dan (2)). Apabila hingga saat ini saudara tetap melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya, dan kemudian upah saudara tidak dibayar pada tanggal pemberian upah, maka atasan saudara melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 186 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yang isinya:

“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).”

Berdasarkan ketentuan Pasal 186 ayat (1) UU Ketenagakerjaan di atas, maka atasan saudara dapat dikenai sanksi pidana paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Selain itu, atasan saudara juga tetap harus membayar upah saudara sebagaimana mestinya.

Selain itu berdasarkan Pasal 169 ayat (1) huruf c UU Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja/buruh memiliki hak untuk mengajukan permohonan PHK apabila pengusaha tidak membayar upah pada waktu yang ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih. Atau memerintahkan pekerja/ buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan (pasal 169 ayat (1) huruf e UU Ketenagakerjaan).

Atas dasar permohonan ini pihak pekerja memiliki hak untuk memperoleh uang pesangon sebesar 2 kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak dari perusahaan.

Demikian penjelasan kami. Semoga dapat memberikan pencerahan bagi masalah anda.

Terima kasih.

LBH Mawar Saron