Intisari-Online.com –
Pertanyaan
Selamat siang bapak / ibu pengacara di LBH Mawar Saron. Perkenalkan nama saya Jeremy. Saya bekerja di bagian keuangan pada salah satu perusahaan properti selama 10 (sepuluh) tahun, yakni sejak 25 Maret 2003 sampai dengan 3 Juni 2013.
Sistem perekrutan di kantor saya adalah menggunakan sistem kontrak setiap tahun, sehingga kantor selalu memperbaharui kontrak selama waktu tersebut, begitu pula yang terjadi kepada saya. Pada tanggal 3 Juni 2013, kantor memberikan surat pemberhentian kepada saya karena kontrak telah berakhir. Saya sempat bekerja kembali setelah mendapatkan surat pemberhentian tersebut, namun pada tanggal 25 Juni 2013, atasan saya menyuruh saya kembali dengan alasan surat pemberhentian tersebut telah saya terima.
Saya ingin menanyakan apakah sah jika perusahaan menerapkan taktik memperpanjang kontrak untuk melakukan PHK? Sekiranya bapak / ibu pengacara bersedia untuk menjawab persoalan saya, terima kasih, Tuhan memberkati.
Jawaban
Terima kasih atas pertanyaannya, sebelumnya kami turut prihatin dengan kejadian yang menimpa bapak, sekaligus dengan ini kami berharap agar jawaban dari kami nantinya dapat berguna bagi bapak.
Menurut ketentuan Pasal 59 ayat (2) jo. Pasal 56 ayat (2) jo. Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi:
Pasal 59 Ayat (2) : Pekerjaan untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap;
Pasal 56 Ayat (2) : Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas :
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu;
Pasal 59 ayat (1) : Perjanjian untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis, sifat dan kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu tidak terlalu lama
dan paling lama 3 tahun;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Dan ketentuan di atas, dipertegas lagi dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 8 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.100/MEN/ VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, yang menyatakan:
Pasal 3 : (1)PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu;
(2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun
Pasal 4 : (1) Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaanya tergantung pada musim atau cuaca;
(2) PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.
Pasal 8 : PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan
Maka dengan memperhatikan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa bagian keuangan tidaklah dapat dikategorikan sebagai pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya, atau pekerjaan yang dapat diperkirakan penyelesaiannya atau pekerjaan yang bersifat musiman.
Oleh karena itu, demi hukum, kontrak kerja waktu tertentu (PKWT) yang bapak tanda tangani bersama pihak perusahaan harus dianggap sebagai perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT/Pekerja Tetap) dengan segala akibat hukumnya, yang salah satunya, saudara tidak dapat diberhentikan atau berhenti berdasarkan jangka waktu yang tertuang dalam kontrak kerja dimaksud. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi:
“Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6),, maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu”
Terhadap hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu atau PKWTT, dimana pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam hubungan kerja tersebut tidak dapat lagi dihindarkan walaupun sudah dilakukan segala macam upaya untuk mempertahankan hubungan kerja tersebut, maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, namun harus melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, sebagaimana diatur dalam Pasal 151 UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi demikian:
“(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikata pekerja/serikata buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial”
Apabila PHK dilakukan tanpa melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka PHK tersebut adalah batal demi hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 155 ayat (1) dan ayat (2) UU Ketenagakerjaan, yang menyebutkan:
“(1) Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.
(2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja / buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya”
Menjawab pertanyaan saudara, berdasarkan penjelasan di atas, demi hukum, saudara harus dianggap sebagai PKWTT (Pekerja Tetap) dan PHK yang dilakukan oleh perusahaan terhadap saudara tanpa melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah batal demi hukum, dengan konsekuensi, kedua belah pihak, baik saudara maupun perusahaan harus tetap melaksanakan kewajibannya.
Jika bapak masih cukup nyaman dan cukup beralasan untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut, maka bapak dapat menggugat perusahaan untuk mempekerjakan bapak kembali dengan memperhatikan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Dan demikian juga sebaliknya, jika kenyamanan bekerja tidak mungkin lagi bapak peroleh dalam bekerja di perusahaan tersebut, maka cukup berasalan bagi bapak untuk menuntut hak-hak normative bapak akibat dari PHK yang bertentangan dengan hukum sebagaimana penjelasan kami di atas, berupa uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima, yang telah disesuaikan dengan masa kerja bapak, dengan perhitungan berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, dengan tetap memperhatikan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Demikian dapat kami jelaskan, semoga bermanfaat.
DASAR HUKUM