Dia ingin bercerai dan pulang ke rumah orang tuanya di Kampung Kuripan.
Dalam kondisi emosi, Samiun keceplosan. Samiun bilang dia bersedia cerai dengan Dasima asalkan Dasima menyerahkan semua hartanya.
Dasima kaget mengetahui maksud terdalam suaminya selama ini ternyata ingin menguasai harta bendanya.
Samiun merasa terancam karena Dasima hendak melaporkan perkara ini ke aparat yang dekat dengan Tuan W.
Untuk menyelamatkan dirinya sekaligus menguasasi harta Dasima, dia berencana membunuh Dasima.
Samiun lalu berkoordinasi dengan preman Kwitang bernama Puasa (Poeasa/Puase), duit 100 pasmat dijanjikan Samiun sebagai upah untuk Puasa yang disuruhnya menghabisi nyawa Dasima.
Skenario pembunuhan dijalankan: Nyai Dasima diajak keluar rumah pada malam hari untuk mendengar hikayat Amir Hamzah di Kampung Ketapang.
Malam hari, dia dituntun oleh cahaya obor yang dibawa pembantu bernama Kuntum, diikuti Samiun, Dasima, dan paling belakang ada Puasa.
Sesampainya di tempat sepi belakang rumah Mak Musanip di pinggir kali, kepala Dasima dipukul oleh Puasa, lehernya digorok, mayatnya dihanyutkan ke kali.
Mayat Dasima ditemukan oleh pembantu dari Tuan W saat hendak memandikan Nanci.
Pembantu itu lantas melapor Tuan W yang akhirnya melapor ke polisi.
Belakangan pakar sastra Universiti Malaya, Umar Junus, dalam laporan berjudul 'Nyai Dasima and The Problem of Interpretation: Intertextuality, Reception Theory and New Historicism', menyebut penulis novelet, G Francis, seorang keturunan Inggris yang kemudian ikut bekerja di pemerintahan Belanda.
Novelet karya G Francis sangat kental bernuansa kolonialisme yang anti-pribumi, bahkan anti-Islam.
Baca Juga: Menapaki Jejak Peninggalan Masa Lalu di Kawasan Kebayoran Baru
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR