Membuang Trauma Setelah Mengalami Pengalaman Pahit (2)

Birgitta Ajeng

Editor

Membuang Trauma Setelah Mengalami Pengalaman Pahit (2)
Membuang Trauma Setelah Mengalami Pengalaman Pahit (2)

Intisari-Online.com - Di dalam hidup, manusia terkadang harus mengalami segenap peristiwa yang tidak diinginkan. Beberapa pengalaman negatif yang ditolak dapat menimbulkan trauma psikologis yang sulit hilang dan ingatan. Jangan biarkan trauma itu berlarut-larut, jika tidak ingin mengalami dampak yang lebih buruk. Berikut ini adalah langkah untuk membuang trauma setelah mengalami pengalaman pahit.

---

Jika Anda punya trauma, cara penyembuhan paling efektif adalah berdamai dengannya. Bermacam teknik pemulihan trauma bisa didapat melalui cara meditasi, hipnoterapi, terapi brainwave, atau lainnya. Semua cara untuk menggapai ketenangan hati itu, menurut Reza, sah-sah saja dicoba. Sebab sejatinya, semua teknik pemulihan hanyalah cara mencapai kesembuhan.

Hanya saja, dalam pemahaman Reza, inti penyembuhan trauma bukan melupakan peristiwa traumatik. Tapi memindahkan dari ruang penyimpanan ingatan peristiwa traumatik di otak ke ruang penyimpanan ingatan peristiwa-peristiwa biasa sehari-hari.

Di kliniknya, True Natural Holistic Healing, Reza melakukan pemulihan trauma melalui program Self Healing. Dengan beraneka teknik yang dapat dilakukan secara mandiri, seluruh penahan "bola karet" persoalan dilepaskan, sehingga semua emosi dan pikiran yang berkaitan dengan masalah di masa lalu dapat dinetralisir. Reza mengistilahkan proses ini sebagai memasuki tahapan "ikhlas" (releasing).

Sebagai sebuah konsep dalam menjalani kehidupan, ikhlas sendiri sulit dijabarkan. Sebab, dalam kenyataan sehari-hari manusia juga sulit berikhlas diri dan cenderung melakukan supressing dan expressing terhadap semua pengalaman traumatik. Padahal kita harus melatih setiap kemampuan ikhlas bawaannya agar selalu siap menghadapi peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan.

Secara biologis, konsep ikhlas terkait dengan "hati" {heart) atau organ jantung, dan bukan otak yang kerap berlogika. Sejauh ini hubungan antara jantung dan otak sudah banyak diteliti para ahli. Antara lain diyakini, jumlah saraf dari jantung ke otak lebih banyak daripada sebaliknya. Artinya, lebih banyak input informasi dari jantung ke otak dibandingkan dengan yang dari otak ke jantung.

Diyakini pula, gelombang elektromagnetik di jantung 5.000 kali lebih kuat daripada otak. Ritme gelombang jantung juga 60 kali lebih kuat ketimbang gelombang otak. Dari sinilah ada sejumlah ahli berkeyakinan, jantung berdetak bukan atas perintah otak tapi atas perintah "otaknya" sendiri.

Berdasarkan fungsinya, otak merupakan bagian bertingkat. Tingkat satu, survival brain, bertugas mengomando insting-insting dasar seperti rasa lapar, bergerak, melihat, bernapas, dsb. Tingkat dua, limbik, lebih mengarah kepada emosional, seperti perasaan senang, sedih, dsb. Sedangkan tingkat tiga, higher brain, berfungsi melakukan analisis, proses kreatif, problem solving, dsb.

Pembuktiannya, jika seseorang marah, variabilitas detak jantung akan naik-turun dan grafiknya berbentuk tajam seperti rumput atau disebut inkoheren. Saat keadaan tenang, grafiknya juga akan naik turun tapi terlihat lebih mulus (koheren). Dalam situasi inkoheren, otak tak bisa berfungsi penuh atau maksimal hanya sampai fungsi tingkat kedua saja. Berbeda dengan koheren di mana semua fungsi otak maksimal.

"Seperti kata orangtua, di saat kita sedang tidak enak hati atau marah, tenangkan diri dulu, baru menyelesaikan masalah. Ini bukti bahwa selain memompa darah, jantung juga berperan mengatur persepsi, yaitu memandang peristiwa yang terjadi, mengatur respons menghadapi suatu peristiwa dan mengatur emosi," papar Reza. Peristiwa-peristiwa traumatik selanjutnya memang banyak berhubungan dengan hati. Jika hati dapat mengatasi segala persoalan secara ikhlas, semua pengalaman traumatik akan diperlakukan sebagai pengalaman biasa. Kebijaksanaan logika di otak akan muncul setelah persoalan di hati selesai.

Tulisan Membuang Trauma Setelah Mengalami Pengalaman Pahit (2) yang ditulis oleh T. Tjahjo Widyasmoro ini dimuat di Majalah Intisari Edisi Khusus Mind Body & Soul 2006 dengan judul asli Membuang Trauma Ala Hipnoterapi.

-bersambung-