Sulap di PD II (2): Tukang Sulap Masuk Tentara

Agus Surono

Editor

Sulap di PD II (2): Tukang Sulap Masuk Tentara
Sulap di PD II (2): Tukang Sulap Masuk Tentara

Intisari-Online.com -Musim semi 1940, ketika Perang Eropa pecah, Jasper Maskelyne sedang menelan segelas pisau silet di panggung pertunjukan di London. Seperti ayah dan kakeknya, ia tukang sulap termasyhur di seluruh Eropa. Keistimewaan Maskelyne ialah ia bisa melenyapkan benda-benda yang ada dan memunculkan benda-benda yang tadinya tidak ada. Ia juga bisa mengambang di udara.

Semua itu dilakukannya tanpa sihir. "Sihir itu omong kosong," kata kakeknya. "Tukang sulap yang hebat ialah yang kaya imajinasinya. Fantasi dengan dukungan alat yang tepat bisa menjadi kenyataan."

Maskelyne ingin menerapkan teknik sulap panggung di medan perang, tetapi para perwira yang ditawari jasanya tidak menanggapinya dengan serius. Mereka memerlukan pemuda-pemuda yang bisa berperang, bukan tukang sulap berumur 38 tahun.

Sementara Maskelyne sibuk menawarkan jasa, Hitler sudah berhasil merebut Belanda dan Belgia. Prancis jatuh di bulan Juni. Sedangkan Inggris dipukul di Dunkirk. Pada bulan September Luftwaffe (AU Jerman) setiap hari menyeberangi Selat Channel untuk mengebomi Inggris. Sementara itu sekutu Jerman, yaitu Italia di bawah Mussolini, sudah mengirimkan tentara ke Libya. Tentara itu menyeberangi gurun menuju ke Mesir. Padahal tentara Inggris di Afrika Utara kurang kuat.

Pada saat itulah PM baru Inggris, Winston Churchill, diberi tahu bahwa Jasper Maskelyne menawarkan tipuan-tipuan untuk mengelabui pesawat Jerman. Tidak lama kemudian asisten pribadinya urusan sains, Prof Frederick Alexander Lindemann, memanggil Maskelyne.

Maskelyne diterima masuk Royal Engineers Camouflage Training and Develompent Centre bersama tiga puluh "orang aneh" lain. Di antaranya ada pelukis, desainer panggung, pemahat, perancang pakaian terkenal, manajer sirkus, ahli zoologi, dan juga seorang profesor ahli kamuflase pada bintang, yaitu Frank Knox, yang akan menjadi sahabat Maskelyne.

Di pusat latihan itu mereka belajar seni kamuflase, selain latihan jasmani dan baris-berbaris. Instruktur mereka segera sadar bahwa sebagian dari muridnya lebih tahu dari dia sendiri mengenai beberapa aspek kamuflase. Karena itulah instruktur tersebut memberi kesempatan kepada mereka untuk saling mengajarkan kebolehan masing-masing. Maskelyne mengajarkan penggunaan cahaya dan bayangan.

Namun banyak juga yang mesti mereka pelajari dari instruktur. Umpamanya saja "membaca" foto yang dibuat dari pesawat yang terbang tinggi, cara-cara menipu kamera musuh, dan juga cara-cara yang pernah dipakai lawan untuk menipu mereka.

Akhirnya, mereka pandai juga menentukan ukuran tipe kendaraan dari jejak yang ditinggalkannya, menentukan kekuatan lawan dari sampah, dsb.

Bulan Januari para petugas kamuflase diberangkatkan dari Inggris untuk membantu Jenderal Wavell yang sedang berusaha mati-matian mempertahankan Terusan Suez. Di Afrika Utara ini Wavell harus berhadapan dengan 300.000 tentara Italia di bawah Marsekal Graziani, yang diperintahkan oleh Mussolini untuk mengenyahkan Inggris dari Mesir. Kalau Graziani berhasil, artinya Inggris bukan hanya akan kehilangan Terusan Suez, tetapi juga sumber-sumber minyaknya di Persia.

Para petugas kamauflase baru tiba tiga bulan kemudian, karena kapal mereka harus berputar-putar menghindari kapal Jerman. Ketika itu tentara Wavell sudah kocar-kacir. Bukan diberantakkan oleh tentara Graziani (Inggris bisa menghantam tentara Italia yang jumlahnya lauh lebih banyak itu), melainkan oleh Jenderal Rommel, si Rubah Gurun.

Afrika Korps memang tentara yang hebat. Sebelum didatangkan ke Afrika, mereka sudah dilatih di Jerman untuk hidup dalam kondisi gurun. Antara lain mereka disekap dalam rumah-rumah panas sekali selama berminggu-rninggu. Malam hari mereka tidur di udara yang dingin sekali. Mereka juga makan makanan gurun dan membiasakan diri pada pasir selama latihan itu.

Selain itu Jenderal Rommel bisa meramalkan dengan tepat tindakan yang akan dilakukan lawannya dan ia cepat tahu kelemahan musuh.

Awal April 1941, perang gerak cepat yang dilancarkan oleh Rommel ditunda di luar kota Pelabuhan Tobruk, karena Afrika Korps kekurangan makanan dan air. Mereka memerlukan ransum 1.500 ton sehari, padahal ransum itu harus dibawa dari Libya melewati gurun sejauh ribuan kilometer. Kalau saja mereka bisa memperoleh Pelabuhan Tobruk, artinya jalan ransum dari L. Tengah diperpendek. Tidak heran kalau Inggris berusaha mempertahankan Tobruk mati-matian, sedangkan Rommel mencoba dengan sekuat tenaga untuk merebutnya.

Kehadiran Maskelyne, Knox, dan kawan-kawannya di pihak Inggris mula-mula cuma dianggap merepotkan saja. Tugas pertama yang diperoleh Maskelyne ialah menghadap Kolonel Beasley di Ops.

Beasley menerangkan bahwa kalau Inggris sampai perlu mundur, mereka harus melalui daerah kekuasaan orang Arab di Suriah. Celakanya, imam suku Dervish menyatakan akan perang jihad, bila Inggris berani menyentuh daerah kekuasaan sukunya.

Imam tua itu sangat besar pengaruhnya. Kalau saja ia bisa dibujuk untuk tidak bermusuhan ....

"Imam itu menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib. Sebagai ahli sulap yang dikatakan orang mempunyai kekuatan gaib, mungkin Anda bisa berkomunikasi lebih baik dengan imam," kata Beasley. Ketika itu tanggal 15 April 1941.

Keesokan harinya Tobruk digempur Rommel lagi, sehingga dokumen-dokumen Inggris yang peka di Kairo diperintahkan untuk dimusnahkan. Saat itu Maskelyne sudah mendarat di Damaskus, Suriah, dengan membawa peralatan sulapnya.