Di Klinik Ini, Biaya Berobat Dibayar dengan Sampah

Chatarina Komala

Editor

Di Klinik Ini, Biaya Berobat Dibayar dengan Sampah
Di Klinik Ini, Biaya Berobat Dibayar dengan Sampah

Intisari-Online.com - Sebuah klinik pengobatan di Kota Malang menetapkan sistem "bayar dengan sampah" bagi setiap warga yang ingin berkonsultasi dan berobat. Klinik pengobatan bagi warga miskin yang didirikan oleh dokter Gamal Albinsaid ini menunjukkan, upaya untuk hidup sehat tak harus mahal.Gamal mengaku merintis klinik model ini sebab kepedulian pemerintah dalam sektor kesehatan bagi warga miskin dinilai masih tergolong minim.Anggaran APBN masih tergolong kecil. Namun, walaupun sudah dianggarkan, realisasinya masih belum maksimal dan tak tepat sasaran."Kondisi kepedulian dan minimnya anggaran dari APBN untuk menjamin kesehatan warga miskin itu yang membuat kami dan teman-teman semangat untuk menciptakan sebuah kreasi baru guna memudahkan pasien kurang mampu untuk berobat dengan cukup membayar sampah," tuturnya.Banyaknya warga yang susah untuk berobat, lanjutnya, disebabkan karena mahalnya biaya berobat.Adapun pria berusia 24 tahun itu menegaskan, klinik tersebut didirikannya semata-mata untuk berbuat sesuatu yang nyata.
"Tujuan saya hanya ingin membantu warga miskin yang kesulitan dan tak punya uang untuk berobat. Karena, biaya berobat sekarang semakin mahal. Makanya, sehat ini mahal," ucapnya.Membayar dengan sampah keringKonsep "membayar dengan sampah" sendiri sudah ia kembangkan sejak tahun 2010. Adapun konsep tersebut sudah berkembang di lima klinik yang beroperasi di sejumlah kecamatan di Kota Malang. Klinik hanya buka pada sore hari hingga malam, yaitu sekira pukul 16.00 WIB hingga 20.00 WIB.Sebelum berobat, warga harus mendaftar terlebih dulu menjadi anggota klinik. Setiap bulan, warga yang sudah terdaftar menjadi pasien harus menyetorkan sampah kering dengan seharga Rp 10.000. Sampah-sampah tersebut akan diolah oleh tim yang telah dibentuk oleh dokter Gamal."Sampah itu akan kita jual ke pemulung sesuai standar harga pasar. Kita yang menjual sampahnya," katanya.Sekali setor sampah ke pemulung, Gamal dan tim berhasil menjualnya sebesar Rp Rp 200.000. Setiap ada sampah yang dibawa warga langsung dijual ke pemulung."Yang penting klinik tetap bisa operasi dan tidak ada kendala soal keuangan. Semoga bisa terus membantu warga miskin," tuturnya.Sempat terhentiGamal bersyukur, kini, sudah ada 500 anggota dari klinik yang didirikannya itu. Dalam proses mempertahankan kliniknya untuk tetap beroperasi, Gamal mengaku tentu saja menghadapi tantangan. Kliniknya bahkan sempat berhenti beroperasi selama enam bulan."Alhamdulillah sekarang bisa dilanjutkan," ungkapnya.Pihaknya juga pernah bekerjasama dengan Bank Sampah yang didirikan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang. Namun, kerja sama tidak berjalan baik. Di sisi lain, untukbisa bertahan hidup, Gamal mengatakan, pihaknya harus menggunakan sistem asuransi mikro yang fokusnya terus menambah jumlah anggota."Jujur saya memang belum mendapatkan keuntungan dari banyak klinik ini. Tapi saya yakin apa yang kami perjuangkan akan membawa berkah nantinya. Baik bagi saya dan warga Malang," katanya.Sangat terbantuSementara itu, Wiwik (38), warga Jalan Turi Putih, Kota Malang, mengaku sangat terbantu dengan klinik yang didirikan Gamal tersebut."Tahu ada klinik ini, keluarga saya langsung aktif mengumpulkan sampah di rumah," katanya.Menurutnya, mengumpulkan sampah seperti yang disyaratkan tidaklah sulit. Dia dan keluarganya bersyukur bisa berobat dan menjaga kesehatan hanya dengan modal yang murah."Sangat terbantu sekali dengan klinik ini. awalnya saya tidak percaya, berobat bisa membayar sampah," katanya.(Yatimul Ainun,Kompas)