Intisari-online.com—Hampir semua orang mengetahui kalau pola asuh terlalu protektif (overprotektif) adalah buruk. Kebanyakan orang setuju hal tersebut tidak baik untuk anak-anak. Namun masih ada saja, sadar tidak sadar, orangtua melakukan hal ini.
Banyak orangtua yang berpikir, apa yang salah dengan terlalu perhatian kepada anak-anak? Perhatian memang perlu, namun bukan berarti perhatian itu yang akan menyelamatkan anak-anak kita.
Ada orangtua yang menjagai anaknya hingga 24 jam, di sekolah dan di rumah. Sehingga anak tidak pernah lepas dari perhatian orangtua. Sering kali pula anak-anak dilarang untuk mencoba ini dan itu. Alasannya takut terluka.
Akibatnya, anak kurang mampu berhubungan sosial dengan baik, bahkan bisa bertumbuh menjadi antisosial.
Orangtua yang overprotektif biasanya memperhatikan dan melindungi anak secara berlebihan karena takut anak-anaknya mengalami stres karena lingkungan luar. Misalnya takut anak tertekan jika dimarahi guru, bertengkar dengan teman, dan takut jika si anak jadi nakal kalau dibiarkan bergaul dengan orang lain.
Padahal sebenarnya, berbagai konflik yang terjadi di sekitar anak justru baik bagi tumbuh kembangnya, jika ia diajari untuk kuat secara mental. Hal itu bahkan baik untuk sistem imunnya.
Menjadi orangtua yang overprotektif justru membuat si anak menjadi lemah, karena tidak mampu berjuang untuk dirinya sendiri. Toh, segalanya sudah diatur oleh orangtuanya. Sehingga ia tidak memiliki keinginan untuk berjuang.
Aktivitas fisik, bermain, berkompetisi bersama teman-teman, bertengkar kecil antarteman, bahkan pengalaman seru dalam pergaulan itu penting bagi anak-anak. Ia bisa belajar dari rasa takut, cemas, senang, dan sedih saat tumbuh sebagaimana mestinya.
Jika anak diproteksi dari segala hal yang dirasa orangtua berisiko padanya, ia tidak akan bisa belajar untuk mengendalikan risiko itu. Bahkan ia bisa tidak paham, sebab banyak pelajaran yang tidak bisa diajarkan secara lisan saja. Bayangkan bagaimana ia saat tumbuh dewasa?
Benar, kita harus melindungi anak. Namun anak tidak wajib merasakan hal-hal yang baik saja. Ia juga perlu mengalami hal-hal natural yang memang harusnya dialami oleh manusia untuk berproses.
Ada pula orangtua yang takut anaknya terkena kuman jika bermain tanah. Sehingga anaknya harus selalu bersih dan higienis. Hanya saja, ingatlah bahwa bakteri, virus, dan mikroba yang ada pada tanah, hewan, dan tanaman bukanlah jenis yang membuat seseorang sakit.
Virus flu dan bakteri yang membuat sakit justru dari orang sakit, bukan dari sesuatu yang kotor. Menurut penelitian, dengan terkena paparan bakteri dan virus dari alam, sistem imun kita akan belajar untuk mengenali perbedaan berbagai virus itu.
Tentu saja, pegangan pintu dan tempat-tempat umum adalah cerita lain. Benar, kalau untuk itu, kita mesti waspada. Sebab bisa jadi terjangkit kuman dari banyaknya orang yang menyentuh tempat umum itu. Berbeda halnya dengan anak bermain di tanah dan rumput, bermain bersama anjing dan kucing, serta bermain pasir.
Biarkan anak berkembang sebagaimana seharusnya ia hidup sebagai manusia. Kita, sebagai orangtua memang mesti menjaga dan melindunginya. Namun bukan berarti kita harus menghalangi segala yang yang justru baik untuk pertumbuhannya.
(psychologytoday.com)