Intisari-Online.com - Beragam edukasi mengenai bahaya melakukan kekerasan pada anak, meski untuk tujuan positif, sudah sering didengar. Namun, pada kenyataannya, praktik tersebut masih saja berlangsung. Padahal, ada beragam dampak buruk dari kebiasaan ini.
Segala bentuk kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, akan meninggalkan luka dalam diri Anda, entah terlihat atau tersembunyi dalam hatinya.
Denise Cummins, PhD, Cognitive Scientis dan penulis Good Thinking: Seven Powerful Ideas that Influence the Way We Think, menguraikan tiga dampak buruk pada anak yang sering mendapatkan pukulan dari orangtua:
Mengajarkan hadapi konflik dengan kekerasan
Anda menyebutnya disiplin. Anak Anda melihatnya sebagai solusi. Pasalnya, anak akan menuruti keinginan orangtua ketika mereka menerima pukulan.
Kebiasaan itu akan dia salurkan dan dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan sosial.
Anak yang sering dipukul sewaktu kecil, kata Cummins, tidak memiliki kendali diri dalam menghadapi konflik ketika mereka dewasa.
Selain itu, anak melihat orangtua sebagai seseorang dengan tubuh yang lebih besar dari mereka. Jadi, mereka pun bakal berpikir bahwa memukul seseorang yang lebih kecil itu adalah hal yang lazim.
Anak yang tumbuh menjadi penindas atau pelaku bully di sekolah kebanyakan memiliki orangtua yang kasar dan penyiksa di rumah.
Anak menjadi minder dan susah percaya orang lain
Orangtua seharusnya menjadi pelindung dan pembimbing anak dalam menjalani kehidupan. Sebab, orangtua merupakan orang dewasa yang paling dekat pada anak.
Nah, perilaku kasar orangtua justru membuat anak tidak percaya pada Anda. Kondisi ini pun membuat mereka semakin sulit memercayai orang lain kala mereka dewasa.
Selain itu, anak yang terbiasa disakiti dari kecil, tumbuh dengan minim rasa empati, dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Mereka jadi bodoh
Kekerasan tidak sebatas pukulan dan cubitan. Sebab, umpatan dan hinaan juga termasuk dalam kekerasan secara verbal.
Anak yang terbiasa dibilang bodoh, tidak becus, dan malas akan tumbuh menjadi orang dewasa yang tidak cemerlang secara akademis. Mereka juga selalu meragukan kemampuan diri sendiri.
Ingat, ucapan orangtua itu adalah doa. Jadi, pastikan selalu mengutarakan kalimat positif pada si kecil sang buah hati Anda.
(Rakhma/kompas.com)