Inilah Orang yang Disebut sebagai Hakim Mahkamah Agung Paling Ditakuti Koruptor

Moh Habib Asyhad

Editor

Inilah Orang yang Disebut sebagai Hakim Mahkamah Agung Paling Ditakuti Koruptor
Inilah Orang yang Disebut sebagai Hakim Mahkamah Agung Paling Ditakuti Koruptor

Intisari-Online.com -Tidak semua penegak hukum di Indonesia bisa disuap dan dibeli dengan uang, baik itu di kepolisian atau di kehakiman. Salah satunya adalah Hakim Agung Artidjo Alkostar yang disebut sebagai hakim Mahkamah Agung (MA) yang paling ditakuti oleh para koruptor.

Ia dikenal garang dalam menjatuhkan hukuman.

Sejumlah kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan politisi pernah ditangani Artidjo. Sebut saja Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh, Akil Mochtar, hingga Anas Urbaningrum.

Meski demikian, para koruptor ternyata tak kehilangan akal untuk mencari celah agar mendapat keringanan. Upaya hukum yang ditempuh, disertai adanya suap bagi pejabat di internal MA. Tujuannya tak hanya untuk memengaruhi putusan, namun juga untuk menghindari Hakim Agung Artidjo.

Hal ini terungkap dalam persidangan Kasubdit Kasasi Perdata, Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung, Andri Tristianto Sutrisna. Andri didakwa atas dugaan penerimaan suap dan gratifikasi. Andri diduga menjanjikan pihak yang berperkara di MA, agar tidak berurusan dengan Hakim Agung Artidjo Alkostar. Dalam melakukan aksinya, Andri dibantu staf panitera muda pidana khusus MA Kosidah.

“Benar yang mulia, Pak Andri minta berkas itu jangan ke Pak Artidjo, karena pada takut yang mulia," ujar Kosidah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/7).

Salah seorang pengacara yang dimintai uang oleh Andri adalah Asep Ruhiat. Dia menangani banyak perkara di Mahkamah Agung. Asep mengaku bahwa ia pernah meminta tolong kepada Andri, agar memonitor perkara pidana di MA. Perkara yang dimaksud yakni peninjauan kembali perkara korupsi dengan terdakwa H Zakri. Dalam tingkat kasasi, terdakwa diputus oleh Hakim Artidjo Alkostar dengan pidana 8 tahun penjara.

Asep meminta agar yang memeriksa pengajuan PK tidak lagi Hakim Artidjo. Untuk hal tersebut, Andri meminta uang Rp75 juta. Menurut Andri, harga tersebut lebih murah karena biasanya pengondisian Hakim Agung membutuhkan biaya sebesar Rp100 juta. Putusan konsisten.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting mengatakan, salah satu tujuan pembentukan sistem kamar di MA adalah konsistensi putusan. Putusan hakim yang konsisten dinilai bisa mengurangi modus permainan perkara, karena putusan tersebut bisa diprediksi atau paling tidak perbedaanya tidak terlalu jauh.

Menurut Miko, meski secara substansi beberapa putusan Artidjo bisa diperdebatkan, terutama soal apakah pertimbangan dan putusan itu tepat pada forum kasasi, dan seterusnya, terdapat catatan yang tidak kalah penting.

Hal itu menyangkut perannya sebagai ketua kamar pidana yang mengurus tidak hanya perkara yang masuk ke tangannya. “Saya kira integritas dan kredibilitas Pak Artidjo tidak diragukan, belum pernah ada catatan soal itu,” ujar Miko.(Kompas.com|Tribunnews.com)