Advertorial
Intisari-Online.com -Pada 17 Mei 1962, satu peleton Pasukan Gerak Tjepat (PGT) AU yang diterjunkan melalui udara berhasil mendarat di bumi Irian Barat (Papua) tapi langsung menemui kesulitan.
Pasalnya lokasi pendaratan berupa hutan lebat dan banyak parasut pasukan PGT yang tersangkut di pohon-pohon tinggi.
Lebih berat lagi, dengan peralatan tempur yang dibawa seperti senapan G-3 plus 500 butir peluru, granat dua buah, beras 1 kg, tali 30 m, perlengkapan makan, dan kampak, mereka harus bisa menghadapi rintangan yang menghadang.
Kebanyakan pasukan penerjun yang mendarat di atas pohon dalam posisi kurang menguntungkan dan koli-koli perbekalan juga banyak yang tersangkut di dahan yang tinggi sehingga sulit diambil.
Posisi pendaratan penerjun ternyata jauh dari DZ (Drop Zone) dan berada di sebelah utara Klamono, persisnya di Pegunungan Klamono yang penuh hutan belukar perawan.
Para penerjun PGT AU juga dalam kondisi tersebar sehingga perlu waktu yang lama untuk bisa melaksanakan konsolidasi.
Salah satu pasukan yang tersangkut di pohon tinggi adalah Kopral Udara Satu (KU I) Supardi.
Begitu tingginya pohon itu sehingga perlu waktu dua hari dua malam bagi Supardi untuk bisa turun menyentuh tanah.
Setelah berhasil turun dalam kondisi kelelahan, Supardi juga kesulitan menemukan rekannya mengingat lebatnya hutan dan cahaya matahari yang sulit menembus daratan.
Tak ada yang bisa dilakukan bagi Supardi kecuali terus berjalan dan berharap bisa menemukan rekan-rekannya.
Baru pada hari ketiga KU I Supardi bisa menemukan rekannya. Antara lain Sersan Udara Satu (SU I) Angkow, KU I Muis, KU I Kusno, SU II Souisay dan Sutarmono.
Semua personel yang bisa berkumpul lalu memutuskan berjalan mengitari gunung sambil mencari rekan-rekan mereka.
Setelah sekitar setengah perjalanan mereka berhasil bertemu dengan Komandan Team Letnan Udara Satu (LU I) Manuhua yang saat itu masih tergantung di pohon.
Karena berada di posisi yang sangat tinggi, Manuhua yang berada dalam kondisi pingsan sangat sulit untuk diturunkan dan perlu waktu lama.
Lagi pula selama tiga hari tergantung di pohon kondisi fisik Manuhua pasti lemah dan kehilangan orientasi.
Baca juga:Beginilah Perjuangan Merebut Irian Barat, Bertempur dan menyerang Dari Dalam
Semua personel PGT AU berusaha menemukan cara yang tepat dan aman untuk menurunkan Komandan Tim yang masih dalam kondisi pingsan itu.
Dengan berbagai cara termasuk menyambung-nyambung tali dan menaiki pohon besar dan tinggi, Manuhua akhirnya bisa diturunkan tapi badannya belum berhasil mencapai tanah.
Karena tali yang digunakan tidak cukup, Manuhia yang sudah siuman tapi badannya masih lemah dan pikiran yang kurang fokus terpaksa menjatuhkan diri ke tanah pada ketinggian sekitar enam meter.
Akibatnya salah satu kakinya keseleo dan jalannya pun pincang. Bersama Komandan Tim, personel PGT yang kini hanya terdiri dari regu kecil harus melanjutkan perjalanan sambil mencari rekan.
Di tengah kepungan hutan lebat dan kehilangan orientasi serta perbekalan yang makin menipis, keinginan untuk menemukan rekan kini menjadi semakin sulit.
Baca juga:Ketika Merebut Irian Barat, yang Berat Justru Mendapatkan Makanan Saat Gerilya
Untuk sementara mereka meredam keinginan bertemu dengan pasukan Belanda dan bertempur mengingat kekuatan yang tidak seimbang.
Setelah dua minggu menyusuri hutan belantara Irian Barat, ternyata baru berhasil terkumpul 12 personel.
Kesulitan untuk menghubungi rekan-rekan makin sulit karena radio komunikasi PRC-88 rusak akibat penerjunan.
Selain ini kesulitan lain juga muncul. Setelah bekal makanan habis, upaya untuk menemukan koli-koli logistik yang diterjunkan juga belum berhasil.
Maka untuk mempertahankan hidup mereka melaksanakan taktik jungle survival yang didapat selama pelatihan.
Pohon-pohon sagu, bonggol pisang, pakis dan daun-daun muda menjadi menu survival sepanjang hari. Tapi meskipun dalam kondisi minim, kedua belas personel PGT terus berusaha mencapai kawasan Klamono berbekal peta tua keluaran tahun 1912.
Akibat peta tua yang tak lagi sesuai keadaan saat itu (1962) dan kompas yang dibawa tidak berfungsi maksimal, membuat Manuhua harus mengubah strategi.
Pasukan lalu dibagi ke dalam dua kelompok dengan risiko kekuatannya makin mengecil dan sangat riskan jika harus bertemu patroli pasukan Belanda.
Untuk menghindari kerugian, Manuhua memerintahkan agar lebih baik menghindari bentrokan bersenjata jika bertemu pasukan Belanda.
Tapi bentrokan dengan pasukan Belanda yang terdiri dari pasukan marinir dan KNIL yang bersenjata lengkap tidak bisa dihindari.
Manahua yang terkenal tangguh dalam pertempuran itu akhirnya gugur setelah dihujani tembakan senapan mesin oleh pasukan Belanda.
Sumber: Koleksi Majalah Angkasa